Banyak Karyawan Tak Mau Ambil Cuti Pribadi saat Idul Fitri, Alasannya...
Ramadan dan Lebaran mengubah pola serta pengaturan waktu kerja para karyawan. Teknologi pun hadir untuk membantu perusahaan melakukan penyesuaian agar produktivitas kerja dan puasa sama-sama berjalan lancar.
Stevens Jethefer, Head of Business Mekari Talenta, mengatakan bahwa di periode ini, perusahaan layaknya menyeimbangkan antara menjaga produktivitas bisnis dengan memberi kesempatan bagi karyawan untuk menjalankan Ramadan dengan khidmat.
“Bagi perusahaan, Ramadan dan Lebaran identik dengan penyelarasan jam kerja untuk mengakomodasi puasa, pengaturan cuti bagi karyawan yang mudik, dan pengunduran diri, atau resign, karyawan. Semua hal tersebut perlu dikelola dengan baik agar perusahaan bisa menjaga keseimbangan antara produktivitas dengan memberikan karyawan kesempatan untuk menjalankan Ramadan dan Lebaran,” ujar Stevens melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Baca Juga: XL Axiata Fasilitasi Retailer dan Karyawan Pulang Kampung Gratis
Ia pun membagikan sejumlah tren menarik, berdasarkan data Mekari hingga 25 Maret 2024, terkait jam kerja, cuti, dan resign karyawan.
Tak perlu ambil cuti pribadi
Tahun ini, pemerintah menetapkan cuti bersama Lebaran sebanyak empat hari sehingga menggenapkan libur menjadi seminggu penuh. Libur yang melimpah berdampak pada pengajuan cuti karyawan, di mana hanya 4% dari mereka menggunakan jatah cuti pribadi untuk Lebaran.
“Setiap perusahaan memiliki kebijakan sendiri terkait cuti bersama, dan hal tersebut mempengaruhi keinginan karyawan untuk menggunakan jatah cuti mereka sendiri untuk Lebaran,” katanya.
Melebur dengan libur
Real estate, layanan konsumen serta informasi dan teknologi adalah perusahaan-perusahaan dengan persentase tertinggi karyawan yang cuti. Hingga 5% dari karyawan di perusahaan-perusahaan tersebut mengambil cuti untuk Lebaran. “Pengoperasian perusahaan atau siklus bisnis yang melambat saat Lebaran memberi kesempatan bagi karyawan untuk mengambil cuti,” lanjutnya.
Pulang untuk bukber
Penyesuaian jam kerja banyak dilakukan oleh perusahaan dan karyawan untuk mengakomodasi puasa. Berdasarkan data, waktu masuk kantor, atau clock in, mereka yang bekerja di institusi pemerintah mundur 20 menit dari biasa dan waktu pulang kantor, atau clock-out, maju 1 jam lebihawal. Perubahan jam kerja sesuai peraturan presiden yang telah dikeluarkan.
“Untuk perusahaan non-pemerintah, data menunjukkan bahwa karyawan tetap clock-in di jam yang sama di luar bulan Ramadhan. Namun, mereka cenderung clock-out lebih awal agar bisa berbuka di rumah,” katanya.
Diakhiri dengan resign
Karyawan umumnya mengundurkan diri, atau resign, setelah menerima tunjangan hari raya ( THR)Idul Fitri. Namun, tren pengunduran diri sudah terdeteksi sejak awal periode Ramadhan di antara10 Maret - 20 Maret di mana karyawan yang resign meningkat 220%, atau lebih dari dua kali lipat, dibandingkan dengan periode sebelum Ramadhan di antara 28 Februari - 9 Maret.
Baca Juga: Mekari Gandeng Alibaba Cloud Dorong Produktivitas Bisnis di Indonesia
“Memang, bursa kerja menjadi lebih cair saat Ramadhan karena ada perputaran talenta di dalam dan di antara perusahaan,” katanya.
Stevens menambahkan bahwa teknologi menjadi salah satu tools yang bisa digunakan perusahaan untuk mengatur pekerjaan dan ketersediaan sumber daya manusia ( SDM) selama Ramadhan dan Lebaran.Ia mengatakan bahwa solusi HR turut bermanfaat bagi perusahaan paska Lebaran.
“Setelah Lebaran, solusi HR akan membantu perusahaan untuk merekrut karyawan baru, mulai dari mempermudah penyebaran informasi lowongan hingga memproses CV kandidat yang masuk. Sebab itu, perusahaan perlu menjadikan momentum Ramadhan untuk mendigitalisasi sistem HR mereka,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: