Permasalahan di sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia belum juga kunjung reda. Bahkan, hingga menjelang rotasi pucuk kepemimpinan di Indonesia. akan tetapi, tidak sedikit pula pihak yang berupaya untuk mengurai masalah tersebut.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Rachmat Pambudi, berharap dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai pemenang pemilu Presiden RI 2024 ini membenahi banyak hal khusunya perbaikan tata kelola perkebunan sawit di masa mendatang.
Baca Juga: Beragam Keuntungan Hilirisasi Kelapa Sawit: Optimalkan Ekonomi Indonesia
Pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu juga mengungkapkan beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemerintahan baru untuk menyelesaikan permasalahan di sektor perkebunan sawit.
Salah satu yang ia sebut adalah mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar segera menerbitkan sertifikat hak milik kebun petani sawit. Di sisi lain, dia juga berharap kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk ‘secara legowo’ mengakui kepemilikan kebun sawit yang sudah eksis sejak tahun 2020 silam.
Selain itu, Rachmat juga menegaskan pentingnya program wajib replanting (mandatory) untuk kebun sawit yang produktivitasnya stagnan hanya di bawah 1,2 ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektar per bulan atau yang rendemen crude palm oil (CPO) di bawah 3 ton per hektare per tahunnya.
“Diharapkan untuk segera melakukan replanting bagi kebun yang produksinya hanya 0,4 – 0,7 ton TBS per hektare per bulan. Yang diperkirakan mencapai 3,2 juta hektar dan 1,6 juta hektar masuk dalam kelompok Tanaman Umur Tua dan Tanaman Belum Menghasilkan,” tutur Rachmat, dikutip Warta Ekonomi, Senin (8/7/2024).
Baca Juga: Prabowo Tidak Akan Ganggu Pemerintahan Anies di DKI Jika Jadi Gubernur Lagi
Guna mendukung program replanting, Rachmat menyarankan untuk menggunakan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) serta menaikkan biaya tanggungan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta per hektarnya.
“Selain itu, program PSR harus disinkronkan dengan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),” kata dia.
Lebih lanjut, dia juga mendorong koperasi dengan grade A untuk segera mendirikan Pabrik Minyak Goreng (PAMIGO) agar memenuhi kebutuhan Minyakita. Keterlibatan petani sawit dalam setiap regulasi baru yang akan dibuat juga sangat penting.
Baca Juga: Selesaikan Masalah Regulasi Sawit, Indonesia Diminta Tiru Malaysia
Revisi Perpres ISPO yang bersifat relatif serta Permentan 01 tahun 2018 tentang Tata Niaga TBS yang saat ini hanya melindungi petani plasma pun menjadi urgensi yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru ke depannya. Pasalnya, petani sawit swadaya tidak mendapatkan perlindungan yang sama.
Program Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait sawit juga harus memberikan afirmasi bagi petani sawit, khususnya mereka yang ingin mengikuti PSR.
“Sebanyak 84% petani sawit gagal mengajukan PSR lantaran campur tangan KLHK dan ATR/BPN,” ucap Rachmat.
Baca Juga: Jokowi Harus Tahu, Ini Pintu Masuk untuk Kendalikan Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dengan berbagai usulan tersebut, Rachmat di satu sisi berharap agar tata kelola perkebunan sawit di Indonesia dapat menjadi lebih baik di bawah pemerintahan baru Prabowo Subianto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar