Kehadiran minyak sawit, setidaknya dalam dua puluh tahun terakhir, di Uni Eropa kerap dikaitkan dengan isu deforestasi, emisi gas, dan isu lingkungan lainnya. Pengaitan minyak sawit dengan isu deforestasi telah menjadi tema kampanye non-governmental organization (NGO) anti sawit global yang sangat intensif di berbagai negera. Bahkan, platform kampanye anti sawit berhasil menggiring masyarakat Uni Eropa agar hidup tanpa minyak sawit. Salah satunya melalui kampanye “No Palm Oil” atau “Palm Oil Free”.
Tujuan dari kampanye ini tak lain untuk menjatuhkan citra minyak sawit di pasar dunia. Pemaksaan label “Palm Oil Free" pada kemasan berbagai produk berbasis sawit yang dihasilkan oleh industri pangan, kosmetik hingga pakan ternak adalah bentuk kampanye negatif untuk menghentikan penggunaan minyak sawit.
Baca Juga: SPKS Sebut Penyelesaian Lahan Sawit Rakyat Harus Dilihat dari Tipologi Tanahnya
Beradasarkan riset dari PASPI, Jumat (12/7/2024), penghentian konsumsi minyak sawit ini pun menular pada rencana kebijakan Uni Eropa yang mengaitkan isu deforestasi dengan konsumsi minyak sawit di kawasan negara tersebut.
“Gerakan ‘No Palm Oil’, ‘Palm Oil Free’ atau phase out minyak sawit benar-benar diberlakukan dan diikuti (oleh Uni Eropa). Padahal, kondisi tersebut sangat merugikan masyarakat mereka sendiri,” tulis PASPI dalam laporannya, dikutip Warta Ekonomi, Jumat (12/7/2024).
Pasalnya, Uni eropa akan menghadapi kekurangan minyak nabati setidaknya untuk sementara waktu. selain itu, masyarakat Uni Eropa tidak bisa menikmati minyak nabati dengan harga murah dan harus beralih ke minyak nabati dengan harga yang lebih mahal.
Uni Eropa, jika mengacu pada laporan Europe Economics, setidaknya akan kehilangan GDP sebesar 5.7 milyar Euro akibat hal tersebut. Kerugian lainnya adalah sekitar 117 ribu masyarakat akan kehilangan pekerjaan.
“Selain itu, jika masyarakat Uni Eropa memilih ‘No Palm Oil’, artinya mereka secara tidak langsung telah dijerumuskan untuk memilih minyak nabati yang lebih inferior dari segi ekonomi maupun lingkungan,” jelas PASPI.
Dengan kata lain, Uni Eropa akan terjerumus pada pilihan mereka sendiri yang mengorbankan kesejahteraan, baik secara ekologis maupun ekonmi.
Lebih lanjut, menurut PASPI, kampanye Uni Eropa ‘No Palm Oil’ ternyata berimplikasi pada peningkatan emisi karbon global dan memperbesar biodiversity loss dunia. Selain itu, kampanye tersebut membuat penyediaan minyak nabati Uni Eropa yang diklaim ‘ramah lingkungan’ makin boros air, dan meningkatkan polusi air dan tanah global.
Baca Juga: KLHK dan Ombudsman Siap Cegah Maladministrasi dalam Industri Sawit
“Artinya, gerakan ‘No Palm Oil’, atau ‘Palm Oil Free’ itu merugikan masyarakat Uni Eropa sendiri dan juga merugikan masyarakat dunia. Hal ini jelas tidak sejalan dengan visi Uni Eropa sendiri yang ‘green’ maupun platform SDGs,” tutur para periset PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar