Jaga Stabilitas Perekonomian Nasional dan Keuangan, BI Keluarkan Kebijakan Lewat KLM
Guna mendorong intermediasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Bank Indonesia terus menguatkan stimulus kebijakan makroprudensial yang berbasis likuiditas. Salah satunya melalui implementasi adalah Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Untuk itu, Bank Indonesia sebagai bank central terus menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan nasional melalui berbagai berbagai kebijakan yang dikeluarkan, salah satunya melalui penerapan sejumlah kebijakan makroprudensial untuk menjaga penyaluran kredit secara nasional.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Nugroho Joko Prastowo secara tegas mengatakan adanya kebijakan makroprudensial telah dirancang tidak hanya untuk memberikan kemanfaatan di pusat tetapi juga untuk beberapa daerah di Indonesia.
Lebih lanjut Nugroho menyebutkan, bahwa pertumbuhan kredit secara nasional di tahun 2024 melebihi target yang ditetapkan oleh BI sebesar 12,3 persen, dimana sebelumnya, BI menargetkan 10 hingga 12 persen. Sementara untuk tahún 2025 nanti BI akan menargetkan sebesar 11 hingga 13 persen.
"Walaupun kebijakan ini ditujukan untuk bank yang sebagian besar berkantor pusat di Jakarta, tetapi penyaluran kredit bank tersebut juga ada di daerah. Sehingga semangat dari bank yang memperoleh insentif tadi manfaatnya juga akan dirasakan oleh daerah nantinya,” kata Nugroho di sela acara kegiatan Capacity Building dan Media Gathering di Yogyakarta kemarin.
Baca Juga: Gubernur Bank Indonesia Janjikan Rupiah Segera Menguat Berkat Faktor Ini
Lebih lanjut Nugroho menegaskan, sejumlah kebijakan makroprudensial yang telah dilaksanakan diantaranya adalah Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang ditujukan untuk mengoptimalkan ruang likuiditas perbankan dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit dengan tetap menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Manfaat penerapan KLM ini salah satunya dengan mendapatkan likuiditas melalui penurunan dari Giro Wajib Minimum (GWM) maksimal sebesar 4 persen.
Saat ini, saja kata dia, rasio GWM mencapai 9% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan adanya penurunan sebesar 4%, maka kewajiban bank untuk menyetorkan GWM ke BI hanya sekitar 5 persen.
"Tambahan likuiditas ini akan menambahkan amunisi bagi bank yang menyalurkan kredit sehingga bank tidak perlu berkompetisi mendapatkan tambahan dana dari pihak ketiga karena ada tambahan dari BI,” jelasnya.
Sementara untuk penguatan KLM telah menambah likuiditas perbankan hingga sebesar Rp256 triliun pada saat penerapan awal dan diperkirakan menjadi Rp280 triliun pada akhir tahun.
Dengan adanya kebijakan ini tambah Nugroho, akan akan mampu mempertahankan penyaluran kredit yang tinggi. Langkah ini penting dilakukan karena saat ini ada banyak tantangan, baik dari global yang merembet kepada Indonesia, mulai dari tingginya inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan sehingga hal ini mengurangi semangat penyaluran kredit dan permintaan kredit.
Selain KLM, juga ada kebijakan pelonggaran Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) perbankan yang mulai diberlakukan BI pada 1 Agustus 2024 untuk memperkuat pengelolaan pendanaan perbankan Indonesia di luar negeri.
Baca Juga: Perkuat Pertumbuhan Ekonomi, Bank Indonesia Sumut Gelar KKSU
Ada dua langkah yang akan dilakukan. Pertama dengan memperluas cakupan pinjaman luar negeri yang masuk ke dalam kewajiban luar negeri jangka pendek terhadap rasio permodalan perbankan yang akan disesuaikan dengan asesmen dan rendahnya risiko.
"Kalau asesmen menunjukkan kondisi resikonya rendah dan dibutuhkan pendanaan dari luar negeri, maka bisa dinaikkan menjadi 35 persen. Begitu risikonya naik dan kebutuhan menurun maka bisa diturunkan menjadi 25 persen,” pungkasnya
Seperti diketahui, KLM merupakan insentif yang ditetapkan oleh BI melalui pengurangan giro Bank di perbankan Indonesia dalam rangka pemenuhan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Kebijakan ini telah melalui beberapa tahapan reformulasi sejak penerapannya pertama kali pada 2022.
Reformulasi KLM yang terakhir telah diimplementasikan sejak tanggal 1 Oktober 2023, bertujuan untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor tertentu termasuk sektor terkait hilirisasi (antara lain minerba, pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan), perumahan, pariwisata, inklusi (UMKM, KUR, dan Ultra Mikro), serta kredit/pembiayaan hijau.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: