Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Aturan Ketat Rokok Masih Belum Ideal, Terganjal Banyak Masalah

        Aturan Ketat Rokok Masih Belum Ideal, Terganjal Banyak Masalah Kredit Foto: Unsplash/Mathew MacQuarrie
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peraturan pelaksana Undang-Undang ((UU) tentang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 baru saja disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. 

        Lebih jelasnya, beleid tersebut memuat tentang bagian pengamanan zat adiktif yang mengatur rokok elektronik, larangan zat tambahan, peraturan pengemasan, peraturan peredaran/penjualan, desain dan informasi pada kemasan, peringatan kesehatan untuk rokok elektronik dan produk tembakau, Kawasan Tanpa Rokok hingga pengaturan iklan, promosi, dan sponsor.

        Baca Juga: Pedagang Pasar: Zonasi Larangan Penjualan Rokok Mustahil Dilaksanakan

        Beberapa yang diatur lebih lanjut adalah penjualan produk tembakau dan rokok elektronik yang dilarang dilakukan dalam radius sekitar 200 meter dari kawasan sekolah dan tempat bermain anak. Batasan usia merokok juga naik dari 18 tahun menjadi 21 tahun.

        Merespon hal itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai jika aturan ini sangat dibutuhkan secara substantif untuk mewujudkan kesehatan publik yang lebih baik. baik secara normative, maupun filosofis sudah tepat dilakukan karena promosi dan penjualan menjadi terbatas.

        “Apalagi, secara empiris tingkat prevalensi merokok pada anak sudah mencapai 9,1% yang sebelumnya hanya 8,5%. Ini fenomena yang sangat mengkhawatirkan,” ucap Ketua YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).

        Tulus menilai jika peraturan itu akan berdampak banyak pada masyarakat, misalnya melindungi rumah tangga miskin agar pendapatan dan uangnya tidak habis untuk membeli rokok saja. Pasalnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rumah tangga miskin justru mendominasi pembelian rokok, alih-alih membeli lauk-pauk untuk keluarga.

        “Ini tentu fenomena yang tragis. Jadi ketentuan ini secara sosiologis sebagai wujud kebijakan yang pro-poor, pro-terhadap masyarakat miskin,” ucapnya.

        Baca Juga: Pakar Nilai Kenaikan Cukai Rokok Bisa Sakiti Ekonomi

        Sementara itu, menurut Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany, regulasi tersebut dinilai masih belum ideal. Meskipun demikian, dia menyebut jika tak mudha untuk meneken pengaturan pengendalian produk zat adiktif tembakau yang lebih ketat serta sempurna. Sebabnya, masih ada intervensi dan berbagai tekanan yang berasal dari industri rokok serta masyarakatnya.

        "Kami mendorong Presiden Jokowi (Joko Widodo) maupun presiden terpilih Prabowo Subianto agar PP Nomor 28 Tahun 2024 segera dilaksanakan," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (7/8/2024). 

        Senada, Aryana Satrya selaku Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pun mengatakan bahwa masih banyak celah pada bagian pengamanan zat adiktif di PP ini. Walakin, hal itu bakal melemahkan upaya pengendalian tembakau ke depannya.

        Baca Juga: Pedagang Sembako Madura Tolak Aturan Zonasi Penjualan Rokok Dekat Sekolah

        Salah satunya, soal isi rokok kemasan yang tak boleh kurang 20 batang. Saat ini, rokok kemasan yang beredar isinya beragam, mulai dari 12 batang, 16 batang, dan 20 batang. Sayangnya, ketentuan itu hanya berlaku untuk rokok putih. 

        "Sedangkan perokok Indonesia merokok rokok kretek," katanya.

        Kemudian, perihal larangan iklan yang hanya berlaku di media sosial dinilai masih begitu masif dalam mempromosikan rokok, khususnya para pemengaruh atau influencer.

        Oleh sebab itu, Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Sumarjati Arjoso, menjelaskan PP ini mengamanatkan penerapan aturan yang mengikat pada kementerian-kementerian teknis terkait saja.

        Sehingga, beban masalah konsumsi rokok yang tinggi di Indonesia bukan hanya semata tugas Kemenkes karena memiliki dampak multisector.

        Baca Juga: Akademisi Khawatir Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Suburkan Rokok Ilegal

        “Peran pemerintah daerah juga akan sangat besar dalam penerapan aturan ini dan menjadi bagian yang sangat penting, sehingga diharapkan pemerintah daerah turut pro-aktif dalam implementasi di daerahnya masing-masing," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: