Mengurai Sengkarut Tingginya Klaim Asuransi Kesehatan: Butuh Dukungan Penuh Pemerintah dan Regulator
Setiap tahun, biaya kesehatan di Indonesia terus mengalami kenaikan. Hal ini terlihat dalam klaim asuransi kesehatan yang dibayarkan perusahaan asuransi setiap tahunnya. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, klaim asuransi kesehatan mencapai Rp 20,83 triliun sepanjang 2023. Angka tersebut tumbuh 24,9 persen secara tahunan bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 16,68 triliun.
Tingginya klaim kesehatan, salah satunya dipicu oleh inflasi biaya medis yang masih tinggi, sehingga memicu kenaikan harga obat-obatan maupun layanan medis. Kenaikan klaim kesehatan juga dipengaruhi oleh tren pelemahan nilai tukar Rupiah, mengingat beberapa alat kesehatan masih bersifat impor.
Selain itu, over utilisasi biaya medis dari rumah sakit juga ditengarai menjadi penyebabnya tingginya klaim kesehatan yang harus dibayarkan pihak asuransi. Over utilisasi biaya medis merupakan penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan atau tidak perlu. Salah satu contohnya termasuk kondisi rawat inap tanpa indikasi yang jelas dan penggunaan teknologi medis mahal tanpa justifikasi medis yang memadai. Konsekuensi dari over utilisasi ini biaya medis membengkak dan menjadi sangat tinggi.
Baca Juga: Atasi Inflasi Biaya Medis, Kemenkes Ajak Masyarakat Belanja Berkualitas
Edy Tuhirman, Ketua Bidang Operational of Excellent, IT & Digital (Customer Centricity) AAJI, tak menampik bahwa hal tersebut bisa saja terjadi. Menurutnya, sudah jadi rahasia umum jika treatment dan pengobatan Rumah Sakit kepada pasien dengan pengguna asuransi sering kali berbeda dengan yang tidak menggunakan asuransi, sehingga harga dari pengobatan bisa meningkat drastis.
"Bahkan beberapa waktu lalu sempat kita dengar bahwa tim gabungan KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan dan BPKP menemukan dugaan klaim fiktif oleh 3 Rumah Sakit dengan nilai kerugian puluhan miliar rupiah," ujar Edy kepada wartawan di Jakarta, baru-baru ini.
Dalam menghadapi fenomena ini, Edy bilang, industri asuransi mendapat dukungan penuh dari pihak regulator. Diketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan penandatanganan MoU dengan Kementerian Kesehatan RI dalam rangka penguatan industri asuransi kesehatan di Indonesia.
"Hal ini dilakukan untuk meningkatkan koordinasi dalam kegiatan pengawasan pelayanan kesehatan yang terkait dalam perusahaan asuransi, peningkatan literasi dan inklusi keuangan serta banyak dukungan lainnya yang diyakini akan berdampak baik terhadap industri asuransi jiwa," pungkas Edy.
Lebih lanjut, katanya, AAJI juga menggandeng seluruh perusahaan asuransi jiwa untuk menghadapi tantangan ini bersama dan mendorong strategi terbaik sehingga berdampak baik terhadap masyarakat Indonesia.
Adapun bagi perusahaan asuransi, over utilitasi ini menyebabkan meningkatnya biaya klaim, yang bisa saja berujung pada naiknya premi asuransi. Selain itu, beban finansial yang berlebihan menguras sumber daya layanan kesehatan, mengurangi efisiensi, dan menurunkan kualitas pelayanan. Bagi pasien, over utilisasi dapat menambah beban biaya yang tidak perlu dan risiko medis, seperti infeksi nosokomial akibat rawat inap yang tidak diperlukan.
"Peningkatan klaim asuransi kesehatan yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan rasio antara pendapatan premi dan klaim menjadi terus meningkat. Dalam hal ini untuk menjaga stabilitas perusahaan, maka wajib dilakukan evaluasi produk dan dapat berpotensi meningkatkan nilai premi pada produk asuransi kesehatan," sebut Edy.
Baca Juga: Implementasikan GRC, AAJI Bentuk Internal Audit Forum
Sebagaimana kita ketahui bahwa asuransi kesehatan merupakan produk perlindungan dasar yang banyak dimiliki oleh masyarakat, apabila preminya semakin tinggi maka ada potensi daya beli masyarakat akan semakin menurun. Di sisi lain, apabila peningkatan klaim asuransi kesehatan tidak dapat dikontrol ada kemungkinan perusahaan yang tidak mau ambil risiko besar akan menutup penjualan produk asuransi kesehatan.
"Akibatnya apabila semakin sedikit perusahaan yang menjual produk asuransi kesehatan atau semakin lemah daya beli masyarakat akan produk tersebut maka akan berdampak pada semakin tingginya ketergantungan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan," tambahnya.
Oleh karena itu, penting untuk mengenal kondisi medis yang memerlukan perawatan rawat inap, seperti serangan jantung atau stroke. Sebaliknya, banyak kondisi kronis atau minor yang seharusnya ditangani dengan rawat jalan.
Kemudian, perlu ada edukasi bagi pasien mengenai pentingnya perawatan yang tepat, serta pengawasan ketat terhadap praktik penyedia layanan kesehatan. Kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan perusahaan asuransi juga penting.
Kebijakan yang mendorong penggunaan protokol perawatan berbasis bukti dan sistem pembayaran berbasis nilai dapat membantu mengurangi over utilisasi, memastikan perawatan yang efisien dan tepat bagi semua pasien di Indonesia.
Baca Juga: Inflasi Biaya Medis Bikin Industri Asuransi Pusing Tujuh Keliling
Penggunaan teknologi informasi juga dapat berperan penting dalam mengatasi over utilisasi biaya medis. Sistem rekam medis elektronik yang terintegrasi bisa membantu dalam menganalisis data penggunaan layanan kesehatan, mengidentifikasi pola over utilisasi, dan memberikan umpan balik kepada penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan praktik klinis mereka.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengurangi over utilisasi biaya medis, mengurangi beban finansial pada sistem kesehatan, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya bersama dari pemerintah, penyedia layanan kesehatan, perusahaan asuransi, dan pasien sendiri sangat penting untuk mencapai sistem kesehatan yang lebih efisien dan adil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman