Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Tudingan Hasto Beri Rekaman Suara Jokowi, Roy Suryo: 100 Persen itu Suara Asli

        Soal Tudingan Hasto Beri Rekaman Suara Jokowi, Roy Suryo: 100 Persen itu Suara Asli Kredit Foto: Twitter/Roy Suryo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Heboh momen 17 Agustus 2024, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkit sebuah statement lama dari Presiden Jokowi yang dituduh menggunakan aparat hukum untuk melanggengkan langkah politiknya.

        Tudingan Hasto didasarkan pada sebuah video lama yang mengaitkan Jokowi akan menggunakan instrumen hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Polri untuk menggebuk lawan politiknya.

        Menanggapi hal itu, eks Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo memberikan paparannya. Dan berikut analisisnya.

        Analisis Ilmiah Rekaman Jokowi yang disampaikan Hasto 

        oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

        Mulai kemarin sampai dini hari ini, gawai saya tidak henti-hentinya bunyi notifikasi yang menandakan adanya pesan-pesan masuk utk konfirmasi ttg berita kebenaran Rekaman Suara Joko Widodo (Presiden Indonesia yg berakhir 2024 ini) sebagaimana disampaikan oleh Hasto Kristiyanto (SekJen PDI-P) pasca upacara peringatan 17 Agustus di halaman Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Lenteng Agung, Jakarta Selatan Sabtu 17/08/2024.

        Perlu sekali lagi ditandaskan bahwa saya sudah lebih dari 4 (empat) tahun terakhir ini tidak lagi menjadi bagian ataupun berafiliasi dgn partai politik apapun, setelah secara resmi mengundurkan diri secara terbuka dan melalui Surat tertanggal 11 Maret 2020 (Supersemar).

        Jadi analisis ini 1000% -bukan hanya sekedar 100%- murni ilmiah tanpa ada unsur politis apapun, selain hanya demi kebenaran fakta ilmiah ilmu pengetahuan semata.

        Intinya, kemarin Hasto didepan banyak wartawan memberikan keterangan pers. Tayangan berdurasi 2-menit 31-detik tsb memuat jelas dimana Hasto memutar Suara (yg berasal dari Video di HP-nya) di TCR (Time Code Recorder) 1'30" sd 1'59" yg didahului dgn kalimat dia "Tapi gambarnya nggak usah ya".

        Statemen Hasto ini kemudian menjadi sangat viral baik di media konvensional maupun banyak platform socmed, lengkap dgn berbagai komentar maupun analisis (sok) ilmiah dari beberapa Netizen.

        Ada yg menyebut bahwa Rekaman Audio tsb hanya Rekayasa, mulai dari tuduhan hasil Editan dan bahkan ada pula yg nekad menuduh bahwa itu hasil karya AI (Artificial Intelligence) dilengkapi dgn Video contoh2 AI dari kasus2 lain yg tidak ada hubungan sebelumnya.

        Terus terang harus tersenyum saya baca semua komen tsb, meski ada pepatah yg mengatakan bahwa "Maha benar Netizen dengan segala komennya", namun kali ini (maaf) banyak komentar -terutama disinyalir yg jelas berasal dari akun2 PendengungRp / BuzzerRp- yg tampak selalu "berani berujar karena ada yg bayar" nya.

        Malahan karena pengin kelihatan (sok) ilmah, ada juga yg contohnya nekad atau ngawur asal mengambil dari DeepFake dan-atau ReFace, padahal samasekali jauh dari itu.

        Faktanya, Suara yg rekaman yg aslinya berupa Video (hanya memang tayangan Visualnya sengaja tidak ditunjukkan kepada wartawan2 oleh Hasto dgn cara membalik Hp-nya kemarin) itu memang Asli 100% berasal dari suara Joko Widodo saat memberikan Sambutan dalam acara Rakornas Forkominda (Rapat Koordinasi Nasional Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yg diselenggarakan di SICC (Sentul Internasional Conventuon Center), Sentul Selatan Kab Bogor pada hari Rabu 13/11/2019 lalu.

        Durasi keseluruhan pidatonya saat itu adalah sepanjang 38-menit 53-detik sebagaimana bisa disaksikan secara utuh melalui Kanal resmi YouTube BPMI (Biro Pers Media & Informasi) Sekretariat Presiden : youtu.be/4m2iiJoZEWA? dan potongan asli kalimat sepanjang sekitar 40 detik tsb memang faktanya terdapat pada TCR 37'34" hingga 38'20" alias sesaat sebelum Joko Widodo mengakhiri sambutannya. Kenapa potongan kalimat ini masih bisa dikategorikan asli, karena memang tidak ada unsur editing didalamnya.

        Definisi teknis tidak ada unsur editing ini menjadi krusial harus saya sampaikan disini karena masih banyak awam (atau juga yg "sok pakar") tidak bisa membedakan antara proses "cut-to-cut" dengan yg sudah ada "inserting" (sisipan suara lain alias tambahan, atau bahkan ada "dubbing" (penggantian suara dari yg asli menjadi suara lain, bisa orang atau sumber lain, misalnya atmosphere).

        Jadi selama potongan tsb hanya dicuplik dari rekaman aslinya saja tanpa disisipi atau ditambah2i unsur suara lain didepan, ditengah maupun dibelakangnya, maka meski sependek apapun rekaman tsb (dari panjang durasi aslinya) tetap masih memenuhi syarat teknis sebagai suara Asli, sebagaimana Potongan suara Joko Widodo dari Video keseluruhan yg sudah jelas bisa diidentifikasi keasliannya tsb.

        Memang harus juga dimaklumi bahwa terkadang potongan Rekaman begini bisa menimbulkan perbedaan persepsi bagi yg mendengarnya, maka secara obyektif saya tampilkan secara utuh aslinya dan bahkan kesemuanya diberikan link lengkap agar bisa didengarkan langsung dan dimaknai masing2nya. Namun sekalilagi tetap harus difahami bahwa kalau memang Potongan tsb masih memenuhi kriteria Asli ya harus disebut sebagai Asli, bukan "Editing" apalagi dikatakan "Rekayasa" (sebagaimana komentar2 sok Pakar yg sekarang subur merebak di sosial media).

        Kesimpulannya, selaku yg pernah mengajar matakuliah "Editing Elektronik" disamping banyak vak lainnya di ISI (Institut Seni Indonesia) selama 10 tahun 1984-2004, sebelum menjadi Anggota DPR & karir lainnya, saya merasa perlu utk meluruskan yg memang harus diluruskan dan mengkritik kalau jelas harus dikritik.

        Inilah termasuk defisini "Merdeka" sebagaimana kita memaknai 79 tahun Usia Republik ini, Artinya Jangan takut berkata benar kalau memang benar, Apalagi bisa mendeskripsikannya secara ilmiah seperti ini ... MERDEKA.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: