Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengelolaan Utang yang Terkendali Dinilai Mampu Jaga Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi

        Pengelolaan Utang yang Terkendali Dinilai Mampu Jaga Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi Kredit Foto: Antara/Bagus Ahmad Rizaldi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal sehingga APBN dapat dijaga sehat, kredibel, dan berkesinambungan. Upaya mengelola utang Pemerintah yang tetap terkendali mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional selama ini. Tak hanya itu, komitmen Pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal juga diakui oleh lembaga internasional.

        “Pembiayaan melalui utang dilakukan Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan di Jakarta, Jumat (23/8/2024).

        Selain itu, utang juga menjadi alat strategis dalam mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, yang bermanfaat dalam memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap guncangan global.

        Baca Juga: Ini Rincian Utang Rp8.000 Triliun dari Presiden Jokowi ke Prabowo

        Perlu diketahui bahwa rasio utang Pemerintah terhadap PDB dari tahun 2014 hingga 2019 berada dalam kisaran 24,68% PDB sampai dengan 30,23% PDB. Angka tersebut meningkat dengan laju yang moderat, terutama untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Meski sempat mengalami kenaikan signifikan akibat pandemi Covid-19, Pemerintah berhasil mengendalikan laju kenaikan utang Pemerintah sejak tahun 2021 hingga kini. Pada tahun 2023 utang Pemerintah tercatat sebesar 39,21% PDB. Bahkan rasio utang Indonesia tahun 2023 juga lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia (67,3% PDB), Tiongkok (83,6% PDB) dan India (82,7% PDB).

        Hingga akhir Juli 2024, rasio utang kembali turun menjadi 38,68% terhadap PDB, yang berarti masih jauh di bawah batas aman yakni 60% sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Secara struktur, utang Pemerintah juga masih tergolong sehat. Per akhir Juli 2024, profil jatuh tempo utang Pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo di 8 tahun. 

        Komposisi utang Pemerintah sebagian besar berupa SBN Domestik sebesar 70,49%, SBN Valas sebesar 17,27% dan pinjaman sebesar 12,24%. Kepemilikan SBN Domestik antara lain oleh Lembaga Keuangan memegang sekitar 39,6%, Bank Indonesia sekitar 24,3%, oleh Asing hanya sekitar 14,0% termasuk kepemilikan oleh Pemerintah dan bank sentral asing, investor individu sekitar 8,7%, serta sisanya dipegang oleh institusi domestik lainnya. Pemerintah terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien sehingga meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.

        Selanjutnya, komitmen Pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal juga diakui oleh lembaga internasional. Dalam Article IV Consultation tahun 2024, IMF menegaskan bahwa Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi. 

        Menurut IMF, utang Pemerintah diproyeksikan akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 38,3% PDB dalam jangka menengah, terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif. Selain itu, S&P Global Ratings juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level 'BBB' dengan prospek stabil, mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.

        “Pemerintah terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB melalui optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan melalui efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan. Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang (netto) direncanakan sebesar Rp775,9 trilliun diutamakan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Deputi Ferry.

        Baca Juga: Naik 2,7%, BI Catat Utang Luar Negeri RI di Triwulan II Capai US$408 Miliar

        Proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun 2025 sebesar 37,82% - 38,71% PDB. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 juga direncanakan sebesar 12,32% PDB. Selain itu, Pemerintah terus mendorong pembiayaan anggaran yang inovatif melalui skema KPBU yang sustainable dan lebih massif serta penguatan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF.

        Dengan pengelolaan utang yang cermat dan terukur, Pemerintah memastikan APBN tetap sehat, kredibel, dan berkesinambungan. Hal ini penting tidak hanya untuk menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga untuk memperkuat kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

        Pemerintah juga terus mendorong penguatan belanja negara yang berkualitas untuk fokus kepada akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tahun 2025. Belanja non prioritas, khususnya belanja barang, terus diefisienkan, belanja modal diutamakan untuk mendukung transformasi ekonomi, subsidi dan perlinsos yang efektif dan tepat sasaran, serta menjaga keberlanjutan melalui penguatan berbagai program unggulan yang berkesinambungan dari Pemerintah sekarang ke Pemerintah yang akan datang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: