Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Strategi Mendongkrak Produksi Kebun Sawit Rakyat: Menuju 50 Juta Ton CPO di 2024

        Strategi Mendongkrak Produksi Kebun Sawit Rakyat: Menuju 50 Juta Ton CPO di 2024 Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia, sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, diharapkan bisa memproduksi sekitar 50 juta ton minyak sawit pada tahun 2024.  Akan tetapi, ada beberapa kendala untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satunya adalah produktivitas kebun sawit rakyat yang kian menurun dan tidak mencapai target produksi nasional.

        Rendahnya produktivitas tanaman milik petani swadaya ini nyatanya hampir menguasai separuh perkebunan kelap sawit Indonesia. sehingga, diperlukan upaya strategis untuk dapat meningkatkan produktivitasnya agar dapat mencapai target produksi nasional.

        Baca Juga: Alarm untuk Indonesia, China Mulai Acuhkan Minyak Sawit Gegara Harganya

        Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Anwar Sunari, mengungkapkan bahwa sebagai dampak dari berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri sawit tersebut, harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pun mengalami kemerosotan signifikan yang akhirnya berdampak pada kesejahteraan petani.

        Maka dari itu, untuk memperbaiki kondisi tersebut dan meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, pihaknya menawarkan beberapa upaya strategis yang bisa dilakukan.

        Pertama adalah perbaikan kesejahteraan petani melalui program peremajaan sawit rakyat, riset sektor hulu berupa penyempurnaan data sawit, peningkatan kualitas benih dan inovasi teknologi perkebunan. Kemudian, perbaikan sarana dan prasarana yang meliputi efisiensi biaya produksi dan transportasi serta dukungan terhadap sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

        Kemudian pelatihan petani dan sumber daya manusia (SDM) industri sawit untuk meningkatkan produktivitas dan penggunaan teknis perkebunan sawit yang ramah lingkungan.

        Baca Juga: GAPKI dan DMSI Khawatir Masa Depan Minyak Sawit Indonesia

        “Strateginya ya bagaimana ujung-ujungnya kita melakukan perbaikan kesejahteraan petani. Itu outcome nya. Untuk mencapai itu, kita wajib stabilisasi harga CPO dulu,” ucap Sunari dalam Seminar Sawit Series 2 yang bertajuk Kontribusi Hulu-Hilir Kelapa Sawit dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Nasional, yang digelar oleh Warta Ekonomi dengan APKASINDO, di Jakarta, Kamis, (29/8/2024).

        Strategi kedua adalah stabilisasi harga CPO yang meliputi dukungan pendanaan biodiesel untuk meningkatkan daya serap pasar & pengendalian overstock produk sawit serta diversifikasi produk. Lalu promosi dan advokasi sawit positif dengan mempertahankan dan memperluas pasar domestik dan luar negeri.

        Selanjutnya ada riset pasar dan produk dengan memberi rekomendasi kebijakan penguatan pasar sawit, stabilitas harga dan pengembangan produk turunan dengan nilai tambah tinggi.

        Baca Juga: Meski Produksi CPO Menurun, GAPKI Optimis Industri Sawit Tetap Produktif

        “Ya bagaimana diversifikasi pasar dalam negeri sehingga demand meningkat, supply stabil atau kurang, harga naik. Nah disitulah kita tidak tergantung pada eropa. Kita lawan saja eropa. Jadi stabilisasi harga CPO itu sangat penting,” jelasnya

        Selanjutnya adalah memperkuat industri hilir dengan cara riset dan pengembangan program konversi sawit menjadi bio-hydrocarbon fuel. BPDPKS, sebut Sunari, selalu memberi dukungan dana riset untuk pembuatan katalis, memberi insentif untuk produsen bio-hydrocarbon fuel, serta perbaikan kelembagaan dan rantai pasok sawit.

        “Kemudian mendukung program hilirisasi lainnya berupa dukungan dana riset peningkatan nilai tambah dan inovasi produk hilir atau oleokimia dan insentifnya. Jadi kita tambah insentifnya. Jangan takut-takut,” kata Sunari.

        Lebih lanjut, dia juga menjelaskan strategi untuk meningkatkan industri hulu dan hilir sawit. Yakni dengan sinergi antara pemerintah baik sebagai lembaga pendanaan riset, maupun sebagai regulator produk hasil riset. Sementara itu, industri atau perusahaan swasta dan lembaga penelitian dari perguruan tinggi bisa dilibatkan untuk mendorong hulu dan hilirisasi.

        Baca Juga: Mengenal Teknologi SRORS yang Lebih Ramah Lingkungan untuk Industri Kelapa Sawit

        “Kemudian, diperlukan lembaga yang berfungsi untuk mengkolaborasikan dan mensinergikan program hulu dan hilirisasi. Sehingga, pemerintah, industri, lembaga penelitian/lembaga pekebun saling membentuk segitiga sinergi demi keberlanjutan sawit dan tata kelola yang lebih baik ke depannya,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: