Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menegaskan pentingnya perbaikan aspek produksi sawit terlebih dahulu. Hal ini merujuk pada sawit yang akan dipakai untuk mengembangkan bahan bakar Biodiesel 40 (B40) sampai B100 yang menjadi ambisi pemerintah baru Prabowo Subianto.
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menyebut bahwa ada tantangan utama yang perlu dibenahi pemerintah terlebih dahulu sebelum mewujudkan pengembangan biodiesel hingga B100. Yakni meningkatkan produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).
Baca Juga: BPDPKS Tingkatkan Kompetensi Pekebun Sawit Swadaya, Ini Caranya!
Eddy menilai, ketersediaan CPO di RI penting sekali untuk dikebut dan salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan cara melaksanakan peremajaan sawit rakyat (PSR). Akan tetapi, hal tersebut lah yang masih menjadi permasalahan hingga sekarang.
"Jadi yang utama adalah meningkatkan produktivitas, terutama dengan PSR," ujarnya dalam Peluncuran Buku Sawit, Anugerah yang Perlu Diperjuangkan, Kamis (5/9/2024).
Untuk diketahui, Presiden Terpilih Pemilu 2024, Prabowo Subianto, sebelumnya berencana untuk menggencarkan program biodiesel. Salah satunya adalah mencampur 50% minyak solar dengan 50% minyak kelapa sawit atau dikenal dengan istilah B50.
Ke depannya, program tersebut bakal dikembangkan hingga menjadi B100. Adapun istilah tersebut merujuk pada biodiesel murni dari bahan bakar nabati, termasuk full minyak kelapa sawit.
Baca Juga: DPR dan GAPKI Desak Pemerintah Sikat Ninja Sawit: Negara Tak Boleh Kalah
Untuk mewujudkan hal tersebut, Eddy menilai pemerintah perlu meningkatkan produksi CPO dalam negeri terlebih dahulu. Oleh sebab itu, dia mendesak agar hulu produksinya yakni tanaman kelapa sawit itu sendiri, perlu diperbarui dengan replanting atau PSR.
"Kalau kita kejar target 5 ton per hektare per tahun, dengan luasan 16,3 hektare, kita sudah dapat produksi 81,5 juta ton," jelasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data dari GAPKI, produksi CPO dalam rentang 5 tahun ini sepanjang 2020 hingga Mei 2024 cenderung fluktuatif tapi dalam tren yang menurun. Produksi CPO pada tahun 2020 pun mencapai 47,03 juta ton. Sementar pada tahun 2021 menurun menjadi 46,88 juta ton dan kemudian turun lagi pada tahun 2022 menjadi 46,72 juta ton.
Baca Juga: BBM Dijamin Aman untuk PON XXI Aceh-Sumut 2024
Produksi CPO pada tahun 2023 tercatat sempat meningkat menjadi sebanyak 50,06 juta ton dan pada tahun ini hingga Mei 2024 tercatat jumlahnya baru sebanyak 20,22 juta ton.
GAPKI juga sempat mencatat konsumsi atau penggunaan biodiesel dalam negeri cenderung naik trennya. Pada tahun 2019 silam jumlahnya hanya sekitar 5,83 juta ton. Kemudian pada tahun 2020 naik menjadi 7,22 juta ton dan 2021 sebanyak 7,34 juta ton.
Pada tahun 2022, konsumsi biodiesel meningkat signifikan menjadi 9,04 juta ton. kemudian pada tahun 2023 sebanyak 10,64 juta ton. angka tersebut tercatat lebih tinggi daripada penggunaan pangan yang hanya 10,29 juta ton. Pada tahun ini hingga Mei 2024, kebutuhannya menyentuh 4,5 juta ton.
"Penggunaan biodiesel tahun 2023 sudah melebihi penggunaan untuk pangan," ujar Eddy
Baca Juga: Di Tangan Bahlil, Menanti Kriteria Pengguna BBM Subsidi
Berkaca pada fenomena tersebut, apabila pemerintahan baru mau mengembangkan bahan bakar B40, B50, bahkan sampai B100 ke depannya, penting untuk menyediakan terlebih dahulu pasokan CPO yang memadai di dalam negeri. Karena perlu diingat, CPO tidak hanya untuk sektor energi saja, juga untuk sektor pangan dan ekspor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar