5 Alat Bukti Terpenuhi, Terdakwa Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Kusumayati Terancam Tuntutan dan Putusan Tinggi
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan yang melibatkan Kusumayati kini memasuki tahap akhir. Terdakwa akan menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tindak pidana yang dilaporkan oleh anaknya, Stephanie.
Ahli hukum pidana, Eigen Justisi, mengungkapkan bahwa terdakwa layak mendapatkan tuntutan berat mengingat bukti-bukti yang sudah dipaparkan selama persidangan. Menurut Eigen, alat bukti yang diajukan oleh pihak JPU telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Berdasarkan Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, serta bukti surat, semuanya sudah terpenuhi. Dengan demikian, tuntutannya akan tinggi,” ujar Eigen ketika ditemui media di kawasan Galuh Mas, Kabupaten Karawang, Sabtu (21/9/2024).
Pasal 184 KUHAP mengatur bahwa alat bukti yang sah dalam hukum pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam kasus ini, semua alat bukti tersebut telah disajikan di hadapan majelis hakim, sehingga memperkuat dasar tuntutan yang diajukan oleh JPU.
Sidang ini merupakan kelanjutan dari gugatan yang diajukan Stephanie terhadap ibunya, Kusumayati, atas dugaan pemalsuan tanda tangan dalam surat keterangan waris. Tuntutan dari JPU rencananya akan dibacakan pada sidang yang dijadwalkan Rabu (25/9/2024).
Baca Juga: Kasus Pemalsuan Tanda Tangan, Penyidik Polda Metro Jaya Tegaskan Kusumayati Diperiksa Sesuai SOP
“Sebelum masuk ke tahap tuntutan, JPU sudah mengekspos bukti-bukti yang ada. Berdasarkan jalannya persidangan, kecil kemungkinan tuntutan atau putusan nanti tidak sesuai dengan fakta persidangan. Terdakwa pasti akan menghadapi tuntutan yang berat,” jelas Eigen.
Stephanie menggugat ibunya berdasarkan Pasal 263 KUHP, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Ia merasa dirugikan akibat tanda tangannya dipalsukan dalam surat keterangan waris tersebut.
"Melihat dari pasal yang diterapkan, yaitu Pasal 263 KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana berat, tidak mungkin jaksa akan memberikan tuntutan ringan, begitu juga hakim dalam memberikan putusan," lanjut Eigen.
Eigen juga menambahkan bahwa terdakwa selama persidangan tidak menunjukkan sikap kooperatif. "Terdakwa tidak ditahan meskipun pasal yang didakwakan termasuk tindak pidana berat, dan ia juga tidak kooperatif serta tidak mengindahkan arahan hakim selama persidangan," imbuhnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Sukanda, menyatakan bahwa terdakwa telah menolak dan menyangkal semua pertanyaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selama persidangan.
"Terdakwa menyangkal semua hasil pemeriksaan, padahal itu adalah hasil BAP dari penyidik Polda," kata Sukanda saat diwawancarai di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (4/9/2024).
Meskipun terdakwa menolak hasil pemeriksaan BAP, Sukanda menegaskan bahwa hal tersebut tidak mempengaruhi keyakinan JPU dalam menyusun tuntutan.
"Apa yang dikatakan terdakwa tidak logis, meskipun disampaikan di luar sumpah. Tapi itu adalah hasil BAP-nya sendiri," tegasnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati, menegaskan bahwa kliennya tidak berniat menghilangkan hak Stephanie sebagai ahli waris.
"Iya untuk mengurus surat keterangan waris dan akta pemegang saham ini kan perlu juga Stephanie, tapi karena saat itu hubungan klien kami dan pelapor memburuk sejak lama, sehingga sulit berkomunikasi. Padahal klien kami melakukan hal itu tanpa sedikitpun mengurangi hak pelapor sebagai salah satu hak waris dan sebagai anak," kata Ika usai sidang pembelaan di Pengadilan Negeri Karawang pada Senin (24/6/2024).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: