
Peneliti Tata Kelola Sawit dan Biodiesel, Wiko Saputra, mengatakan bahwa program biodiesel nasional merupakan langkah penting dalam mencapai ketahanna energi berbasis sumber daya domestik. Pasalnya, industri biodiesel Indonesia mengalami pertumbuhan pesat sejak penerapan kebijakan pencampuran biodiesel dalam solar (biosolar) pada tahun 2015 silam.
Langkah agresif pemerintah saat itu dinilai membawa hasil yang cukup signifikan. Apalagi dengan implementasi program B35 yang kini diproyeksikan untuk terus ditingkatkan hingga mencapai B100 secara bertahap.
Baca Juga: Kementan Yakin Stok Kelapa Sawit Cukup untuk Wujudkan Ambisi Swasembada Energi Prabowo
Kendati demikian, Wiko mencatat beberapa tantangan yang menghambat peningkatan produksi kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan biodiesel ini.
“Untuk mencapai B40, dibutuhkan tambahan sekitar 2,5 jtua ton minyak sawit mentah (CPO),” kata Wiko dalam keterangannya, Selasa (29/10/2024).
Pentingnya peran petani sawit swadaya dalam mendukung industri biodiesel menurutnya juga berperan besar daripada hanya fokus dalam menekan ekspor saja. Dengan meningkatnya permintaan biodiesel, ucapnya, maka kebutuhan CPO juga kian bertambah.
Dirinya memperkirakan jika program B60 yang berjalan pada 2035 nanti dengan kenaikan permintaan biosolar sebesar 3% per tahunnya membuat kebutuhan CPO untuk biodiesel dalam negeri mencapai 34,35 juta metric ton.
Baca Juga: Kementan Fokus Intensifikasi Sawit untuk Dukung Produksi Biodiesel B50
Sementara itu, Indonesia sendiri memiliki potensi besar dalam perkebunan sawit swadaya. Hal ini ditunjukkan dengan luas perkebunan sekitar 5,31 juta hektare yang mampu memproduksi 14,87 juta metric ton CPO atau setara dengan 13,91 juta kiloliter biodiesel tiap tahunnya.
Potensi ini pun didominasi oleh perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. Kendati demikian, Wiko mengungkapkan jika model rantai pasok biodiesel saat ini masih belum memungkinkan petani sawit swadaya untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal.
Oleh sebab itu, dia mengusulkan adanya model baru yang memungkinkan perkebunan sawit swadaya dapat menyuplai langsung ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mini yang dikelola oleh kelompok petani yang kemudian memasok langsung ke PT Pertamina sebagai offtaker biodiesel.
Baca Juga: GAPKI Dorong Diversifikasi Ekspor Sawit Indonesia, India Jadi Target Potensial
Meskipun begitu, dia mengaku masih ada beberapa tantangan yang menghambat optimalisasi peran petani sawit swadaya dalam rantai pasok biodiesel. Di antaranya yakni masih banyak kebun sawit swadaya yang produktivitasnya menurun serta membutuhkan peremajaan.
Selain itu, aspek kelembagaan petani swadaya pun masih lemah dan regulasi perizinan PKS mini juga menjadi kendala utama.
Lebih lanjut, kendala lainnya adalah kurangnya data yang akurat terkait petani sawit swadaya termasuk nama dan alamat, sehingga hal tersebut menyulitkan pemerintah dalam memastikan legalitas dan kesiapan petani dalam mendukung industri biodiesel nasional.
Baca Juga: Soal Biodiesel, Pemerintah Diminta Wajibkan Industri Libatkan Petani Sawit
Maka dari itu, dirinya menegaskan bahwa diperlukan langkah strategis yang diambil oleh pihak terkait untuk memberdayakan perkebunan sawit swadaya agar dapat berperan aktif dalam rantai pasok biodiesel. Model rantai pasok yang lebih inklusif dinilai bisa membuat petani sawit menikmati manfaat yang lebih besar serta industri biodiesel nasional juga akan menjadi lebih berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: