TBS Energi Utama Tbk berhasil memangkas emisi karbon sebesar 80% atau sekitar 1,3 juta ton CO2, dari total emisi 1,6 juta ton CO2. Pencapaian ini terjadi setelah perusahaan mengambil langkah strategis dengan menjual seluruh sahamnya di dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Kedua PLTU yang didivestasikan adalah PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP). Total kapasitas dua pembangkit ini mencapai 200 Megawatt (MW).
Direktur TBS Energi Utama, Juli Oktarina, menjelaskan bahwa langkah ini telah mendapat persetujuan dari para pemegang saham independen melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar di Jakarta, Kamis (14/11/2024).
"Kami memiliki 80% saham di MCL dan 90% di GLP, dan semuanya telah dijual kepada PT Kalibiru Sulawesi Abadi (KSA)," ungkap Juli.
Penjualan saham ini bernilai sekitar USD 144,8 juta, yang diharapkan memberikan dampak positif terhadap arus kas perusahaan. Hasil penjualan tersebut lebih tinggi dibandingkan total investasi yang ditanamkan untuk pembangunan kedua PLTU, yang berkisar USD 87,4 juta.
Baca Juga: Pemegang Saham TBS Dukung Divestasi Dua Aset PLTU Sebagai Langkah Capai Netralitas Karbon
Selain itu, transaksi ini juga memberikan keuntungan kas bagi perusahaan, selain dari dividen yang telah diterima selama operasional PLTU.
"Divestasi ini juga akan membantu mempercepat pengembangan bisnis hijau yang lebih berkelanjutan. Kami akan fokus pada energi terbarukan, kendaraan listrik, dan pengelolaan limbah," ujar Juli, menegaskan komitmen perusahaan pada masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Juli menambahkan bahwa langkah ini sejalan dengan visi TBS Energi Utama dalam komitmen keberlanjutan "Towards a Better Society 2030" serta strategi perusahaan untuk mencapai target netralitas karbon pada tahun 2030.
Sebelum divestasi, emisi karbon yang dihasilkan TBS mencapai 1,6 juta ton CO2 per tahun. Dengan penjualan aset ini, emisi berkurang sebesar 1,3 juta ton, menyisakan sekitar 300 ribu ton CO2 yang masih harus dikelola.
"Jumlah sisa emisi ini jauh lebih manageable dibandingkan dengan sebelumnya. Sisa emisi ini terutama berasal dari operasional tambang batu bara kami, yang akan terus beroperasi hingga tambang-tambang kami habis pada tahun 2027," jelas Juli.
Selain dari tambang, sisa emisi tersebut juga disumbangkan oleh bisnis pengelolaan limbah dan operasional kantor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: