Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan perkembangan perkembangan perekonomian global hingga November 2024.
Dilansir dari siaran pers Kemenkeu, berikut perkembangan perekonomian global hingga November 2024:
Baca Juga: Kemenkeu Sampaikan Perkembangan APBN hingga 30 November 2024
1. Situasi ekonomi global masih sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, antara lain berasal dari kebijakan moneter global yang masih divergen, eskalasi geopolitik di Ukraina, Timur Tengah, dan Laut Cina Selatan, potensi perang dagang, dan instabililtas politik di berbagai negara seperti Filipina, Korsel, Perancis, dan Syria.
2. Fenomena Trump 2.0 meningkatkan risiko perekonomian global dan Emerging Markets. Secara global, kebijakan proteksionis di Amerika Serikat (AS) berdampak pada peningkatan potensi perang dagang dan trade diversion, meningkatnya volatilitas harga komoditas, peningkatan inflasi global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Sementara bagi negara Emerging Markets, perubahan kebijakan AS tersebut menyebabkan hambatan perdagangan, depresiasi mata uang dan memicu arus keluar modal.
Selain itu, perekonomian Tiongkok juga menghadapi berbagai tantangan, yang menambah ketidakpastian global, antara lain krisis sektor properti, pelemahan konsumsi domestik, dan hidden debt, serta ancaman tarif dagang Trump 2.0. Menghadapi hal tersebut, Bank Sentral dan Pemerintahan Tiongkok memberikan berbagai stimulus, namun dinilai belum memadai.
3. Aktivitas manufaktur global stabil di bulan November 2024. Mayoritas negara masih mengalami kontraksi, seperti AS dan Eropa. Korea Selatan pulih ke zona ekspansi, sementara Tiongkok, India, dan Brazil melanjutkan ekspansi.
PMI manufaktur global bulan November 2024 sedikit membaik di level 50,0 (Oktober 49,4). Meski masih berada di zona kontraksi, PMI Manufaktur Indonesia bulan November naik ke angka 49,6 (Oktober 49,2).
4. Harga komoditas energi, pangan dan tambang masih fluktuatif. Selain permintaan dan penawaran, volatilitas harga juga dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan perubahan iklim. Harga komoditas energi cenderung menurun dipicu prospek ekonomi Tiongkok, sedangkan harga Crude Palm Oil (CPO) masih menguat karena pasokan yang diperkirakan berkurang.
Sampai dengan 9 Desember 2024, harga minyak bumi (Brent) turun sebesar 2,3% (mom), -6,4% (ytd) dan -2,6% (yoy), harga CPO naik 4,1% (mom) dan 50,1% (ytd), dan 8,0% (yoy); batu bara turun 6,7% (mom), -8,6% (ytd) dan -22,8% (yoy). Harga komoditas pangan seperti beras naik 5,2% (mom), namun turun 12,7% (ytd) dan -2,0 (yoy). Sementara itu, harga komoditas mineral logam juga berfluktuasi. Harga tembaga turun sebesar 2,2% (mom), namun naik 7,9% (ytd) dan 8,9% (yoy). Harga nikel mengalami penurunan sebesar 2,4% (mom), -3,7% (ytd), dan -22,1% (yoy).
5. Inflasi domestik tetap terjaga didukung oleh harga pangan dalam tren menurun. Tingkat inflasi Indonesia pada November 2024 sebesar 1,55% (yoy), relatif lebih rendah dari negara-negara lain (misalnya, Eropa 2,3%, Filipina 2,5%, Vietnam 2,9%).
6. Indikator konsumsi masih kuat, meski kinerja sektor manufaktur tertahan. Optimisme masyarakat kembali meningkat, dengan Indeks keyakinan konsumen 125,9. Konsumsi motor terkontraksi -10,3% (yoy), sementara mobil membaik meski masih tumbuh negatif -3,9% (yoy).
Indeks penjualan riil tumbuh positif 1,7% (yoy). Penjualan listrik bisnis dan industri tetap tumbuh positif masing-masing sebesar 3,6% (yoy) dan 1,5% (yoy), sementara penjualan semen mulai rebound, meski masih tumbuh negatif -0,2% (yoy).
7. Pasca kemenangan Trump, Dolar AS terus menguat dan yield US Treasury (UST) naik, menyebabkan tekanan di sebagian besar negara Emerging Markets, termasuk Indonesia. Per 9 Desember 2024, secara ytd, nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 2,80%, sebagai akibat penguatan indeks Dolar AS.
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih mengalami tekanan dengan yield SBN domestik cenderung meningkat pada level 6,93% (posisi per 9 Desember 2024), sejalan dengan tren peningkatan yield UST. Ketidakpastian juga mendorong capital outflow di bulan November (s.d. 29/11) dan Desember (s.d. 9/12), namun secara ytd masih mencatatkan inflow sebesar Rp232,62 T (per 29/11, net inflow SBN Rp29,53 T, saham Rp21,56 T, dan SRBI Rp181,53 T) dan Rp231 T (per 6/12, net inflow SBN Rp32,33 T, per 9/12 saham Rp22,80 T, dan per 5/12, SRBI Rp175,89 T.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait: