Indonesia diprediksi akan mengalami kenaikan harga pangan yang cukup tinggi akibat perubahan iklim serta transisi energi yang terjadi di Asia Tenggara. Hal ini baru-baru ini terungkap oleh laporan dari Oxford Economics.
Dilansir Minggu (15/12), laporan tersebut menyebutkan bahwa negara-negara dalam kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia akan mengalami kenaikan harga pangan akibat cuaca yang tidak pasti hingga biaya melakukan transisi energi. Laporan tersebut bahkan menyebutkan harga pangan akan naik mulai dari 30% - 59%.
Baca Juga: PTPN Group Dorong Ketahanan Pangan dengan Produktivitas Naik Hingga 45%
Penasihat Senior ASEAN Food and Beverage Alliance (AFBA), Yogendran Subramanium menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah dan para pemimpin industri untuk bersinergi dan mengatasi tantangan dalam menavigasi transisi energi di Asia Tenggara.
"Masyarakat sudah merasakan dampak dari kenaikan harga bahan pangan. Tanpa adanya koordinasi antara pemerintah dan industri, upaya mencapai target emisi nol bersih berpotensi untuk membuat nutrisi dasar menjadi tidak terjangkau bagi masyarakat," ujarnya dilansir Minggu (15/12).
Laporan Oxford Economics menyebutkan bahwa setiap peningkatan suhu rata-rata sebesar satu persen akan mendorong kenaikan harga produksi pangan sebesar 1-2% di ASEAN. Hal ini patut menjadi perhatian mengingat kawasan regional ini dikenal mengalami kenaikan suhu rata-rata tiga derajat celsius dibandingkan masa sebelum revolusi industri. Cuaca ekstrem juga menjadi semakin sering terjadi dan berdampak sangat buruk pada hasil pertanian.
Di sisi lain, pemerintah dan industri juga tengah berupaya keras untuk mencapai target nol emisi dengan melakukan transisi energi yang memiliki biaya yang tak murah. Biaya tersebut rerata dibebankan pada konsumen dapat berimbas langsung pada keluarga berpenghasilan rendah yang pada umumnya membelanjakan pendapatan mereka untuk kebutuhan pangan.
Yogendran menegaskan dengan hal ini, investasi atau penanaman modal asing sangatlah penting tak hanya untuk menyukseskan transisi energi namun juga guna mengembangkan sistem produksi pangan yang lebih berkelanjutan di ASEAN.
Dirinya mengingatkan bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rantai pasok global. Ia meminta adanya sinergi dari semua pihak untuk bekerja sama dalam mencari solusi terkait dengan perubahan iklim dan krisis pangan di ASEAN.
Baca Juga: Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Bank Mandiri Genjot KUR Rp37,48 Triliun ke 351 Pelaku UMKM
“Ini ada isu global mengingat produsen makanan di ASEAN merupakan bagian tak terpisahkan dari rantai pasok global. Kenaikan harga di kawasan ini berpotensi memicu inflasi di seluruh dunia. Oleh karena itu, semua pemerintah perlu memberikan dukungan, baik berupa keahlian maupun investasi, kepada para pengambil kebijakan di ASEAN untuk mencari solusi," tutur Yogendran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: