- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Pasar
Sederet Tantangan Industri Sawit dalam Menghadapi Gempuran Revolusi Industri
Sebagai konsep anyar dalam proses produksi serta pengembangan industri, revolusi industri 4.0 kini tentunya menjadi tantangan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder) suatu industri untuk terus beradaptasi dan berinovasi.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam revolusi industri 4.0 ini di antaranya mencakup keamanan teknologi informasi; keandalan stabilitas mesin produksi; minimnya keterampilan sumber daya manusia (SDM) yang memadai; para stakeholder yang enggan berubah; hingga hilangnya banyak pekerjaan karena otomatisasi.
Bagi industri sawit Indonesia sendiri, tantangan revolusi industri 4.0 yang dianggap negatif salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengangguran serta adanya kekhawatiran jika petani sawit rakyat menjadi korban dari industri 4.0 tersebut.
Alih-alih demikian, sejarah perkembangan industri sawit Indonesia malah menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan rakyat tidak bisa dilepaskan dari pola kemitraan yang diterapkan. Ada 4 pola kemitraan dalam industri sawit Indonesia.
Lembaga kajian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mencatat pola kemitraan tersebut antara lain pola kemitraan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yakni PIR Khusus dan PIR Lokal. Kedua, pola kemitraan PIR Transmigrasi. Ketiga pola kemitraan PIR Kredit Koperasi Primer untuk para Anggotanya (PIR KKPA) dan terakhir, pola kemitraan PIR Revitalisasi Perkebunan.
Baca Juga: Industri Kelapa Sawit Dituntut Makin Adaptif Hadapi Revolusi Industri di Indonesia
“Keberhasilan pola kemitraan ini menghadirkan revolusi persawitan nasional dimana pangsa sawit rakyat hanya 2% pada tahun 1980 meningkat menjadi 41% tahun 2017,” catat PASPI, dikutip Minggu (15/12/2024).
Menurut PASPI, revolusi industri 4.0 yang diterapkan pada industri sawit tidak akan membuat para petani sawit rakyat tidak akan tersingkirkan dari kancah persawitan nasional. Pasalnya, dominasi perkebunan rakyat dalam industri sawit Indonesia malah menunjukkan bahwa pabrik kelapa sawit (PKS) pasti membutuhkan tandan buah segar (TBS) dari petani rakyat.
PASPI menegaskan, penerapan industri 4.0 pada industri sawit justru akan membutuhkan penguatan kemitraan yang mulai menghilang lantaran penerapan CyberPhysical System (CPS), big data, Internet of things. Untuk diketahui, komponen-komponen industri 4.0 tersebut mewajibkan perusahaan untuk memberikan respon cepat dan tanggap terhadap suatu masalah, misalnya kekurangan pasokan bahan baku.
“Melalui industri 4.0, perusahaan mampu mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan secara cepat dan tepat sehingga peran kemitraan yang kuat antara petani rakyat dan perusahaan akan menentukan pemenuhan kebutuhan tersebut,” jelas PASPI.
Tantangan lainnya yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi industri sawit yang paling krusial yakni keterampilan sumber daya manusia (SDM) yang masih belum memadai.
Berdasarkan hasil studi dari PASPI, komposisi pendidikan tenaga kerja yang terserap di perkebunan sawit dirinci sekitar 51% SDM berpendidikan SD ke bawah, 16% mengenyam bangku SLTP/SMP sederajat, 30% di antaranya bersekolah di bangku SLTA sederajat, dan 4% sisanya mengenyam pendidikan diploma atau sarjana.
Dengan kata lain, hal tersebut menunjukkan Indonesia perlu meningkatkan standar pendidikan serta keterampilan SDM pada perkebunan sawit maupun industri sawit secara keseluruhan untuk mengimbangi revolusi industri 4.0, maupun revolusi industri lainnya di masa depan.
Baca Juga: Harga CPO Melonjak 31%, Industri Sawit Indonesia Malah Hadapi Tantangan Baru
Di sisi lain, tenaga kerja pada industri sawit harus dibekali dengan pengetahuan teknologi yang terus berkembang sehingga mereka bisa beradaptasi. Pasalnya, perkembangan industri ini akan memanfaatkan beragam teknologi yang kian berkembang dan berinovasi dari waktu ke waktu.
“Peran institusi pendidikan atau universitas sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan lulusan – lulusan yang handal dan aware terhadap perkembangan teknologi,” tutur PASPI.
Oleh sebab itu, untuk menghadapi tantangan industri di masa depan, industri sawit sebagai komoditas strategis Indonesia harus melakukan peningkatan teknologi, hingga sumber daya manusia di industri sawit.
“Indonesia masih harus mempersiapkan SDM yang handal untuk memasuki revolusi industri 4.0 yang menjadi konsep baru pembangunan dunia industri,” pungkas PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: