- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Bahlil Rumuskan Strategi dengan PLN: Jangan Selalu Anggap Batu Bara Itu Kotor

Setelah Amerika Serikat menarik diri dari Paris Agreement dan menghentikan berbagai upaya perlindungan iklim, sektor energi fosil, termasuk batu bara, kembali mendapat angin segar. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menilai keputusan tersebut berdampak pada kebijakan energi global, termasuk di Indonesia.
"Begitu Trump jadi Presiden Amerika, semua bubar jalan. Kita pikir batu bara sudah selesai, eh bernyawa lagi barang ini. Bernyawa lagi barang ini," ujar Bahlil dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2025 di Jakarta, Selasa (11/02/2025).
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Pemerintah Turunkan Produksi Batu Bara 2025
Bahlil menjelaskan bahwa dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034, ia telah menyetujui agar porsi batu bara dalam penambahan kapasitas listrik tidak melebihi 7%. Menurutnya, keputusan Amerika Serikat untuk keluar dari Paris Agreement semakin memperkuat pandangan bahwa Indonesia perlu bersikap realistis dalam kebijakan energi.
"Amerika yang memulai Paris Agreement saja keluar. Apalagi Indonesia, yang hanya ikut-ikut? Kita harus realistis. Negara mereka sudah maju, uangnya banyak, sementara kita masih butuh penyesuaian," jelasnya.
Bahlil juga mempertanyakan urgensi transisi ke energi baru terbarukan (EBT) jika opsi yang lebih murah masih tersedia. "Kalau ada energi yang lebih murah, kenapa harus cari yang mahal? Saya pakai logika sederhana saja, meskipun saya tidak kuliah di Amerika," tambahnya.
Sebagai bagian dari strategi transisi energi yang lebih berkelanjutan, pemerintah bersama PLN sedang merumuskan langkah-langkah untuk memastikan penggunaan batu bara menjadi lebih ramah lingkungan.
"Sekarang saya membuat rumusan dengan tim dari PLN. Jangan selalu berpikir bahwa batu bara itu kotor. Sekarang kita harus berpikir batu bara yang bersih. Dengan cara apa? Menangkap karbonnya untuk masukkan di CCS (Carbon Capture and Storage)," lanjutnya.
Bahlil juga membandingkan biaya produksi listrik dari batu bara dengan EBT. Menurutnya, listrik dari batu bara dapat dijual dengan harga sekitar 5-6 sen per kWh, sedangkan jika beralih ke EBT, harga listrik bisa meningkat menjadi 9,5 hingga 11 sen per kWh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri