Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang skema baru untuk asuransi kredit, khususnya yang terkait dengan layanan pinjaman daring (Pindar).
Skema ini disusun berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 Tahun 2023, yang menekankan pentingnya mekanisme risk sharing
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengatakan bahwa produk asuransi khusus untuk Pindar masih dalam tahap kajian mendalam.
“Produk asuransi khusus untuk Pindar masih dalam kajian dan pendalaman, termasuk terkait skema asuransi kredit, dengan mempertimbangkan antara lain besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh asuransi,” kata Agusman Dalam keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu (19/4/2025).
Dalam skema tersebut, Pindar nantinya diwajibkan untuk memberikan opsi kepada pemberi pinjaman (lender) untuk membeli asuransi sebagai perlindungan terhadap risiko, seperti gagal bayar.
Agusman menegaskan bahwa komunikasi antara industri asuransi dan Pindar terus didorong guna memastikan perusahaan asuransi memperoleh pemahaman menyeluruh tentang model bisnis serta risiko yang ada dalam industri Pindar.
Selain itu, OJK juga sedang mempertimbangkan pembentukan konsorsium antar perusahaan asuransi guna memperkuat kerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
“Dalam kaitan ini, salah satu langkah yang sedang dikaji adalah pembentukan konsorsium di antara perusahaan asuransi,” tegasnya.
Sebelumnya, Iwan Setiawan selaku Ketua Bidang Pengembangan Usaha Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa peran mereka dalam industri fintech pada dasarnya hanyalah sebagai marketplace, bukan sebagai pihak yang mengambil keputusan dalam pemberian kredit. Tahun 2019, perbankan mulai masuk menjadi lender dengan menyalurkan dana ke fintech.
Iwan menjelaskan bahwa keputusan pemberian kredit sepenuhnya berada di tangan lender, baik itu dari sektor ritel, korporasi, maupun lembaga pendukung. Menurut data industri, saat ini hampir 40% lender di Pindar berasal dari sektor perbankan, meningkat pesat dari sebelumnya yang hanya 10%.
“Tetapi di sini kita harus punya prinsip kehati-hatian ketika kita memberikan asuransi ini. Ini borower ini layak nggak sih sebenarnya dapat asuransi? Kalau memang tidak dapat, kalau risiko kita adalah kita harus informasikan ke lender. Bahwa portfolio ini high risk, high return,” kata Iwan dalam acara seminar Warta Ekonomi bersama Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) bertajuk Membedah Ekosistem Asuransi Kredit: Risk Sharing, Regulasi, dan Solusi Keuangan Berkelanjutan pada Jumat (21/3/2025).
Menurutnya, regulasi ini semakin mempertegas sinergi antara sektor fintech dan asuransi, dengaan harapan dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Dengan adanya opsi asuransi, lender memiliki lebih banyak perlindungan terhadap risiko yang ada, sementara platform fintech dapat terus berkembang dengan dukungan lembaga keuangan lainnya
“Saya sangat setuju dengan istilahnya risk sharing. Jadi bukan memindahkan total risikonya. Ini bukan memindahkan semua total risiko ini ke perusahaan asuransi,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: