Cukai Naik 19,5 Persen Dinilai Jadi Ancaman Produsen Vape Lokal dan Puluhan Ribu Pekerja
Kredit Foto: Istimewa
Di tengah pertumbuhan pesat industri kreatif lokal, salah satu sektor yang lahir dari inisiatif anak bangsa kini menghadapi ancaman serius. Industri vape, khususnya produsen e-liquid dalam negeri, tertekan oleh kebijakan fiskal yang dinilai semakin memberatkan.
Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) mengadakan diskusi publik bertajuk “Tarif Cukai dan Dampaknya terhadap Industri Vape Dalam Negeri” di Bandung, Jumat (26/4/2025).
Diskusi ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan menjadi wadah bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk menyuarakan keresahan mereka terhadap keberlangsungan industri rokok elektrik.
Dalam forum yang turut dihadiri oleh perwakilan Bea Cukai Kementerian Keuangan RI ini, keluhan para pengusaha dan pekerja di sektor vape disampaikan secara terbuka.
Prof. Dr. Ahmad Yunani dari Universitas Lambung Mangkurat dalam pemaparannya mengungkapkan, kenaikan tarif cukai hingga 19,5% untuk produk sistem terbuka telah menyebabkan lebih dari 40% produsen menghentikan operasional usahanya.
“Dari 300 produsen, kini tersisa 170. Ini bukan sekadar statistik; ini menyangkut manusia, keluarga, dan masa depan mereka,” ujar Prof. Yunani.
Sekretaris Jenderal PPEI, Fajar, menambahkan bahwa industri ini mendukung lebih dari 90.000 lapangan kerja, mulai dari produsen hingga sektor-sektor pendukung seperti produsen botol, label, hingga jasa pemasaran digital.
“Semua dari usaha lokal. Kalau ini mati, yang mati bukan cuma bisnis, tapi harapan,” tegasnya.
Ketua Umum PPEI, Daniel Boy, juga menekankan pentingnya regulasi yang lebih berpihak pada industri lokal. “Kami bukan pengemplang pajak. Kami berkontribusi. Tapi yang kami rasakan adalah tekanan, bukan dukungan,” ujarnya.
Keluhan serupa disampaikan oleh Riki, mantan pelaku usaha vape yang sebelumnya menyetor cukai sebesar Rp15 miliar per tahun. Kini, usahanya terpaksa tutup, ribuan botol produk dimusnahkan, dan seluruh pekerjanya kehilangan mata pencaharian.
“Regulasi berubah terus. Kami bukan tidak mau taat, tapi kami tak sempat bernapas,” keluhnya.
Ironisnya, di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja dan penutupan usaha lokal, potensi penerimaan negara justru berisiko menurun akibat menyusutnya basis pajak. Alih-alih meningkatkan penerimaan, kebijakan kenaikan cukai ini berpotensi menjadi bumerang.
Diskusi ini menjadi peringatan serius bagi para pembuat kebijakan: industri vape seharusnya dipandang sebagai potensi ekonomi nasional yang dibangun oleh rakyat sendiri, bukan sebagai ancaman.
Jika suara pelaku usaha lokal terus diabaikan, bukan tidak mungkin kita sedang menyaksikan perlahan matinya sebuah industri yang semestinya menjadi kebanggaan bangsa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: