- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Harga Patokan Mineral Jadi Harga Dasar, Industri Tambang Tercekik dan Investor Bisa Lari!
Kredit Foto: PT Vale
Kebijakan baru pemerintah terkait Harga Patokan Mineral (HPM) terus menuai sorotan. Wakil Ketua Komite Hilirisasi Minerba Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sekaligus Dewan Penasehat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widayatno, menilai penerapan HPM sebagai harga batas bawah dalam transaksi penjualan telah menyulitkan hampir seluruh emiten tambang, terutama di sektor nikel.
“Hampir semua emiten Minerba mengalami kesukaran dalam penjualan komoditasnya. Kalau kelebihan usaha masih diminta lagi oleh pemerintah, bagaimana pengusaha bisa bertahan? Investor bisa lari,” ujar Djoko kepada Warta Ekonomi, Senin (5/5/2025).
Meski aturan ini telah diteken oleh Presiden Prabowo, APNI menilai masih perlu ada ruang dialog. Penetapan HPM, menurut mereka, seharusnya didasarkan pada data riil produksi yang dimiliki Direktorat Jenderal Minerba.
Baca Juga: Antam Hentikan Penjualan Bauksit dan FeNi Karena HPM, Bahlil: Setahu Saya Nggak Ada
Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan apakah lonjakan HPM benar-benar sesuai dengan kondisi industri ekstraksi saat ini.
“Minerba kan sebenarnya punya data biaya produksi. Tinggal dievaluasi dan disimulasikan saja, apakah HPM saat ini masih relevan atau justru membebani pelaku usaha,” tambah Djoko.
Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter, mengungkapkan bahwa kebijakan HPM sebagaimana tertuang dalam Kepmen ESDM No. 72.K/MB.01/MEM.B/2025 telah membuat perusahaan menghentikan penjualan washed bauxite sejak 1 April 2025.
“Sejak tanggal 1 April, kami telah menghentikan penjualan (bauksit tercuci/washed bauxite) karena setelah kami mencoba menawarkannya kepada para pembeli, tidak ada yang bersedia membeli. Smelter-smelter yang ada pun tidak mau membeli dengan harga HPM, karena mereka menganggap hal ini akan merugikan mereka,” ujar Nico dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Selasa (30/4/2025).
Baca Juga: Antam Hentikan Penjualan Bauksit dan FeNi, Harga HPM Dinilai Tak Sesuai Pasar
Ia menambahkan bahwa perubahan status HPM dari acuan royalti menjadi harga minimal transaksi telah menyebabkan kemacetan dalam penjualan komoditas, termasuk feronikel.
Hal ini bukan hanya memotong potensi pendapatan perusahaan, tetapi juga merugikan negara karena pendapatan dari royalti ikut terpangkas.
“Kita paham bahwa pemerintah punya niat baik, tapi jangan sampai kebijakan yang terlalu cepat berubah justru mematikan sumber penerimaan negara sendiri,” tegasnya.
Dengan resistensi pasar terhadap HPM sebagai harga dasar transaksi, tekanan terhadap pelaku industri semakin besar. Dunia usaha berharap pemerintah membuka ruang evaluasi ulang agar keberlanjutan hilirisasi tetap terjaga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: