Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Eksportir Emas dan Batubara Hadapi Tantangan Baru, ADRO Hingga MDKA Bisa Terpukul

        Eksportir Emas dan Batubara Hadapi Tantangan Baru, ADRO Hingga MDKA Bisa Terpukul Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah akan menerapkan kebijakan bea keluar fleksibel untuk komoditas emas dan batubara mulai 2026. Skema ini memungkinkan pungutan ekspor dikenakan hanya saat harga komoditas tinggi, namun dinilai berpotensi menekan margin eksportir dan daya saing Indonesia di pasar global.

        Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryapranata, menilai kebijakan tersebut dapat menggerus keuntungan eksportir, terutama ketika harga komoditas sedang tinggi. Padahal, itu momen penting bagi eksportir untuk memaksimalkan pendapatan.

        “Saat harga tinggi, bea keluar justru akan menekan margin eksportir. Padahal, itu momen ketika mereka seharusnya bisa mencetak keuntungan maksimal,” ujar Liza, Jumat (18/7/2025).

        Baca Juga: RKAB Terlalu Longgar, Harga Batubara Anjlok Akibat Kelebihan Pasokan

        Liza menjelaskan, biaya tambahan dari bea keluar membuat harga jual emas dan batubara Indonesia kalah bersaing dibandingkan negara produsen lain seperti Australia, Rusia, dan Afrika Selatan. Kondisi ini diperparah oleh tren global menuju energi hijau dan kelebihan pasokan (oversupply) batubara.

        Sejumlah emiten seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), dan Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) disebut berpotensi mengalami penurunan volume ekspor dan laba bersih. Sebaliknya, emiten yang berorientasi pada pasar domestik, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dinilai lebih resilien karena fokus pada pemenuhan DMO atau penjualan ke smelter dalam negeri.

        Liza juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi menciptakan ketidakpastian regulasi, yang dapat memicu investor memasukkan risiko kebijakan ke dalam valuasi saham tambang. Hal ini berpotensi memperbesar volatilitas dan menekan harga saham sektor energi dan pertambangan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: