Netflix Catat Laba Naik Jadi US$3,1 Miliar, Teknologi AI Jadi Senjata Baru Produksi Visual Efek
Kredit Foto: Unsplash/Venti Views
Netflix mencatatkan lonjakan pendapatan sebesar 16% menjadi US$11 miliar (sekitar Rp180 triliun) dalam tiga bulan hingga akhir Juni 2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laba bersih perusahaan pun naik tajam dari US$2,1 miliar menjadi $3,1 miliar.
Kinerja gemilang ini didorong antara lain oleh kesuksesan musim ketiga sekaligus terakhir dari serial thriller asal Korea Selatan, Squid Game, yang telah ditonton lebih dari 122 juta kali.
Dalam konferensi pengumuman kinerja keuangan, Co-CEO Netflix Ted Sarandos juga menyoroti peran penting kecerdasan buatan (AI) dalam proses produksi konten Netflix, khususnya teknologi generative AI yang memungkinkan visual efek berkualitas tinggi di proyek dengan anggaran terbatas.
Ia mencontohkan penggunaan generative AI dalam produksi serial The Eternaut, yang membantu tim menyelesaikan adegan runtuhnya sebuah gedung di Buenos Aires 10 kali lebih cepat dibandingkan penggunaan metode efek khusus tradisional.
“Biaya produksinya tidak akan masuk akal untuk proyek dengan anggaran seperti itu. Tapi dengan AI, adegan itu bisa direalisasikan secara efisien dan berkualitas,” ujar Sarandos.
Ia juga mengungkapkan bahwa adegan tersebut merupakan cuplikan generative AI pertama yang muncul dalam serial atau film orisinal Netflix.
“Para kreatornya sangat puas dengan hasil akhirnya,” tambahnya.
Baca Juga: Wamen Ekraf Dorong Netflix Cs Perkuat Ekosistem Perfilman RI
Namun, penggunaan AI dalam industri hiburan bukan tanpa kontroversi. Selama aksi mogok Hollywood pada 2023, serikat aktor SAG-AFTRA mendesak adanya regulasi lebih ketat terkait penggunaan AI dalam industri film dan televisi. Banyak pekerja industri khawatir teknologi ini bisa mengancam pekerjaan manusia dan menurunkan nilai seni dalam proses kreatif.
Kekhawatiran serupa juga pernah diungkapkan oleh produser film terkenal Tyler Perry, yang pada 2024 membatalkan ekspansi senilai $800 juta untuk studionya di Atlanta karena perkembangan AI yang dinilai terlalu cepat dan berpotensi menggeser tenaga kerja kreatif.
Salah satu alat AI yang menjadi sorotan saat itu adalah Sora dari OpenAI, yang mampu menghasilkan cuplikan video berkualitas tinggi hanya dari perintah teks, menimbulkan decak kagum sekaligus kecemasan di kalangan profesional industri.
Davier Yoon, salah satu pendiri studio animasi CraveFX asal Singapura, menilai langkah Netflix menggunakan AI bukanlah kejutan. Menurutnya, semakin banyak studio besar mulai mengadopsi teknologi ini karena potensinya yang besar dalam mendukung proses kreatif.
“Ini hanya soal waktu. AI benar-benar membuka jalan bagi studio kecil untuk menghasilkan visual sekelas produksi mahal,” kata Yoon.
Namun, ia menekankan bahwa kendali akhir tetap ada di tangan seniman.
“Pada akhirnya, yang menentukan apa yang tampil di layar bukan AI, tapi sang seniman,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Istihanah
Editor: Istihanah
Tag Terkait: