Pertumbuhan Lemah, PHK Melonjak: Industri Asuransi Tertekan dari Sisi Konsumsi hingga Klaim
Kredit Foto: YouTube
Industri asuransi nasional menghadapi tantangan berat akibat perlambatan ekonomi yang berdampak langsung pada konsumsi rumah tangga, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga meningkatnya klaim yang tak diimbangi oleh pertumbuhan premi.
Ekonom dan Pendiri CORE Indonesia, Hendri Saparini, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan lebih rendah dari tahun lalu, berada di kisaran 4,6% hingga 4,8%. Koreksi ini dipengaruhi oleh tekanan pada konsumsi rumah tangga yang selama ini menyumbang lebih dari 56% terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Permasalahannya adalah ketika masyarakat mulai memangkas pengeluaran, mereka tidak akan mengurangi belanja untuk makanan atau pendidikan, tapi justru pengeluaran yang dianggap tidak mendesak seperti asuransi. Inilah tantangan yang sedang kita hadapi di industri ini," ujar Hendri dalam panel session bertajuk "Insurance and Economic Resilience" dalam acara Indonesia Re International Conference 2025, dikutip Rabu (23/7/2025).
Baca Juga: OJK Dorong Reasuransi Perkuat Kontribusi Lewat Tata Kelola Modal dan Inovasi Produk
Penurunan daya beli, terutama dari kelompok kelas menengah, terjadi seiring dengan gelombang PHK yang mulai melonjak sejak tahun lalu. Tekanan ini diperkirakan masih akan berlanjut di tengah lesunya permintaan global terhadap ekspor Indonesia.
Sementara itu, beban industri asuransi juga meningkat dari sisi klaim, terutama akibat inflasi medis yang melonjak. Inflasi kesehatan kini mencapai 13%, atau lima hingga enam kali lebih tinggi dari headline inflation nasional yang hanya 1,87%. Kondisi ini menyebabkan biaya klaim meningkat lebih cepat dibanding pertumbuhan premi, bahkan pada sektor reasuransi, rasio kerugian dilaporkan telah melebihi 100%.
Baca Juga: OJK Belum Terima Rencana Konsolidasi Asuransi BUMN dari Danantara
Situasi makin kompleks dengan depresiasi rupiah yang sempat menyentuh Rp17.000 per dolar AS. Hal ini meningkatkan beban klaim terutama pada produk-produk asuransi yang terkait biaya layanan kesehatan dan reasuransi luar negeri.
Meski demikian, Hendri menilai masih ada ruang optimisme jika pemerintah dan pelaku industri mempercepat reformasi, meningkatkan literasi masyarakat terhadap perlindungan risiko, serta menghadirkan inovasi produk sesuai kebutuhan prioritas nasional seperti pertanian dan infrastruktur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: