Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DSSA dan CUAN Masuk Indeks MSCI Global, ADRO Terdepak ke Small Cap

        DSSA dan CUAN Masuk Indeks MSCI Global, ADRO Terdepak ke Small Cap Kredit Foto: Uswah Hasanah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pasar modal Indonesia kembali mendapat sorotan dari Morgan Stanley Capital International (MSCI) setelah lembaga penyedia indeks global ini merilis hasil tinjauan berkala (index review) untuk periode Agustus 2025.

        Dalam pengumumannya, dua saham Indonesia sukses menembus jajaran MSCI Global Standard Indexes, yakni PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) milik Grup Sinarmas dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) milik taipan Prajogo Pangestu.

        Di sisi lain, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) harus turun kasta dari indeks global dan kini masuk ke daftar Small Cap Indexes. Tak sendiri, ADRO bergabung dengan lima nama baru di indeks ini, yaitu PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), PT MNC Land Tbk (KPIG), PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).

        Baca Juga: MSCI Cabut Perlakuan Khusus untuk 3 Emiten Prajogo, Kini Berpeluang Masuk Indeks Lagi

        Namun, ada pula yang harus tersingkir dari daftar Small Cap Indexes. Dua emiten yang terdepak adalah PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan PT Panin Financial Tbk (PNLF).

        “Seluruh perubahan ini akan mulai berlaku pada penutupan perdagangan 26 Agustus 2025 dan efektif per 27 Agustus 2025,” tulis MSCI dalam pengumuman resminya. 

        Baca Juga: MSCI Cabut 'Label Khusus', Saham Prajogo Pangestu Terbang

        MSCI, yang dikenal sebagai penyedia indeks pasar saham global paling berpengaruh, menjadi acuan penting bagi institusi keuangan dunia. Masuknya sebuah saham ke indeks MSCI sering kali diiringi lonjakan permintaan. 

        Namun, untuk bisa masuk ke jajaran prestisius ini, emiten wajib memenuhi kriteria ketat, di antaranya likuiditas perdagangan yang memadai, kapitalisasi pasar yang tinggi setelah disesuaikan dengan free float (FFMC), serta struktur kepemilikan yang tidak terlalu terkonsentrasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Belinda Safitri
        Editor: Belinda Safitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: