Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Meski Naik Tipis, Dolar Amerika Serikat Terancam Anjlok Gegara Hal Ini

        Meski Naik Tipis, Dolar Amerika Serikat Terancam Anjlok Gegara Hal Ini Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan di Jumat (8/8). Meski demikian, pasar memprediksi bahwa mata uang tersebut berjalan menuju pelemahan karena serangkaian data ekonomi yang melemah mendorong pasar memperkirakan lebih banyak pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

        Dilansir dari Reuters, Senin (11/8), Indeks Dolar (DXY) naik 0,21% menjadi 98,19. Hal ini didorong aksi konsolidasi menyusul sedikit, bahkan minimnya sentimen baru dalam pasar valuta asing, khususnya dolar.

        Baca Juga: Bank Ina Cetak Laba Rp24,7 Miliar, Pendapatan Bunga Capai Rp882,34 Miliar

        Meski demikian, dolar terus tertekan sejak laporan ketenagakerjaan bulan lalu menunjukkan penambahan lapangan kerja yang lebih rendah dari perkiraan, disertai revisi turun data bulan-bulan sebelumnya.

        Data lain seperti pelemahan pasar perumahan dan sektor jasa juga menambah tanda-tanda perlambatan ekonomi.

        Langkah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump juga menjadi sorotan karena ia baru-baru ini menominasikan Ketua Dewan Penasihat Ekonomi, Stephen Miran di Dewan Gubernur The Fed.

        “Itu akan menambah anggota dewan bank sentral yang cenderung lebih mendukung penurunan suku bunga,” kata Kepala Strategi Forex Scotiabank, Shaun Osborne.

        Pasar saat ini memprediksi bahwa peluang pemangkasan suku bunga pada pertemuan bank sentral selanjutnya telah mencapai 89%. Adapun mereka yakin total pemangkasan 58 basis poin akan terjadi di 2025.

        “The Fed mungkin memotong suku bunga lebih cepat dan lebih agresif dari perkiraan pasar sebelum data minggu lalu," kata Osborne.

        Trump juga baru-baru ini memecat sosok dari Pejabat Senior Departemen Tenaga Kerja. Hal ini terjadi tak lama setelah rilis data ketenagakerjaan yang lemah, hal itu juga memicu kekhawatiran atas potensi intervensi pemerintah terhadap rilis ekonomi resmi.

        Data inflasi konsumen untuk bulan lalu yang akan dirilis pekan ini akan menjadi fokus berikutnya, guna melihat apakah tarif impor kembali memicu tekanan harga.

        Baca Juga: Biaya Produk Tabungan BTN Investa Berubah Mulai 18 September 2025

        Presiden Fed St. Louis, Alberto Musalem, mengatakan bank sentral kini menghadapi risiko terhadap target inflasi dan ketenagakerjaan, sehingga perlu menyeimbangkan ancaman yang lebih besar sebelum memutuskan arah kebijakan suku bunga.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: