Pendistribusian BBM Solar Dinilai Sudah Tepat, Pertamina Diminta Tetap Waspadai Moral Hazard
Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Sejumlah langkah Pertamina dalam mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya solar untuk nelayan, dinilai sudah tepat. Namun, Pertamina diminta mewaspadai penyimpangan yang dilakukan oknum.
Hal itu diungkapkan oleh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, Ciplis Gema Qoriah, dalam pandangannya mengenai pendistribusian BBM.
“Sementara ini, saya lihat apa yang dilakukan Pertamina sudah tepat. Hanya saja, pembeli dengan barcode, apakah digunakan untuk usaha atau ditimbun, itu belum terdeteksi. Juga untuk usaha atau dijual lagi, belum terlacak juga,” tegas Ciplis di Kabupaten Jember, Jawa Timur, kemarin.
“Masih ada kemungkinan terjadinya moral hazard dari pihak nelayan, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), maupun pihak tertentu yang memainkan peran di black market,” tambahnya.
Selama ini, Pertamina sudah membatasi distribusi solar secara masif melalui aplikasi MyPertamina. Digitalisasi solar dilakukan dengan hanya melayani masyarakat yang memiliki barcode. Sesuai lampiran Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, konsumen yang berhak mendapatkan solar subsidi adalah mereka yang diatur dalam peraturan tersebut tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Baca Juga: ADMR Klarifikasi Dugaan Tambang Adaro Dapat Diskon BBM Istimewa dari Pertamina
Salah satunya adalah untuk usaha perikanan nelayan dengan kapal di bawah 30 GT yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta diverifikasi dan direkomendasikan oleh organisasi perangkat daerah. Begitu pula budidaya ikan skala kecil yang memerlukan verifikasi dan rekomendasi organisasi perangkat daerah.
Ciplis meminta Pertamina memperhatikan beberapa hal dalam distribusi, antara lain:
- Data penerima harus valid supaya terhindar dari salah sasaran. Ini membutuhkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Sosial Jember.“Data penerima harus diikuti atau di-tracing secara berkala, supaya anak atau keturunan dari keluarga nelayan juga terlacak apakah penghidupannya juga sebagai nelayan atau sudah berpindah pekerjaan. Ini bertujuan untuk mengetahui butuh atau tidaknya solar bersubsidi,” ungkapnya.
- Data nelayan sebagai pekerja ataupun pemilik moda serta alat nelayan harus tercatat. Dengan demikian, tidak terjadi kekeliruan sasaran penerima.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Universitas Surabaya, Bambang Budiarto, menyoroti akar masalah yang lebih mendalam. Menurutnya, kegagalan dalam distribusi solar bersubsidi sering kali disebabkan oleh model subsidi itu sendiri yang melekat pada komoditas, bukan pada individu.
“Dalam memberikan subsidi, harus melekat pada orang, jangan melekat pada barang,” ujar Bambang. Ia menjelaskan bahwa pendekatan subsidi pada barang, di mana produk dijual murah ke masyarakat, rentan disalahgunakan dan sulit dikontrol.
Ia mengakui berbagai upaya Pertamina, seperti program CSR dan digitalisasi, sudah dilakukan. Namun, ia menilai masalah penyimpangan masih terus terjadi. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh keahlian masyarakat dalam memanipulasi, baik dari sisi kelengkapan administratif maupun penyalahgunaan dokumen.
Baca Juga: Pertamina Dinilai Berkontribusi Besar pada Upaya Swasembada Energi
Bambang menegaskan, solusi yang paling efektif adalah dengan memastikan barcode hanya diberikan kepada orang yang betul-betul memenuhi kriteria. Pendekatan ini diyakini dapat meminimalisir penyalahgunaan dan memastikan subsidi tepat sasaran.
“Dengan demikian, bantuan pemerintah akan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: