Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        GREAT Lecture Jakarta Bahas Polemik Kebudayaan Nasional Bareng Fadli Zon: Harus Ada Penemuan Ulang Jati Diri Indonesia

        GREAT Lecture Jakarta Bahas Polemik Kebudayaan Nasional Bareng Fadli Zon: Harus Ada Penemuan Ulang Jati Diri Indonesia Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        GREAT Lecture Jakarta kembali digelar dengan mengangkat tema “Polemik Kebudayaan Manusia Indonesia: Dunia Baru dan Kebudayaan Baru”, Selasa (12/8). 

        Acara menghadirkan Menteri Kebudayaan Dr. H. Fadli Zon sebagai orator utama, bersama sejumlah penanggap dari berbagai disiplin, seperti Sosiolog dan Sastrawan Okky Madasari, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hetifah Sjaifuddin, Peneliti GREAT Institute Hanief Adrian, Pemikir Studia Humanika Institute Teknologi Bandung (ITB) Alfathri Adlin, Filsuf Muhammad Misbahudin, dan Pendiri Ubud Writers and Readers Festival Janet DeNeefe. 

        Baca Juga: Muncul Aliran 'Bayar Rp1 Juta Dapat Surga', DPR: Pidanakan

        Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan, membuka forum dengan menyoroti pentingnya pemahaman budaya oleh para elite. Ia menilai diskusi kebudayaan semakin jarang di ruang publik, bahkan di media massa.

        “Jika pembicaraan soal budaya berhenti, kita bisa kehilangan nilai keadaban itu sendiri,” ujarnya, dilansir Jumat (15/8).

        Syahganda juga menyinggung kasus di Pati terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.

        “Struktur menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) seenaknya tanpa memahami kultur masyarakat. Maka terjungkallah bupati,” katanya.

        Adapun Fadli Zon mengulas sejarah polemik kebudayaan Indonesia, mulai dari perdebatan Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane pada 1930-an, hingga perselisihan Manifes Kebudayaan dan Lekra di 1960-an. Menurutnya, pergulatan ide adalah hal yang lebih penting dibanding mencari kemenangan.

        “Harus ada penemuan ulang jati diri Indonesia,” ujarnya.

        Fadli menekankan kekayaan dan ketuaan budaya Indonesia. Ia menyebut Indonesia sebagai negara dengan “mega-diversity” budaya, baik tangible maupun intangible. Data Kementerian Kebudayaan mencatat 2.213 warisan budaya takbenda, dengan 16 di antaranya telah diakui UNESCO, seperti wayang, batik, keris, jamu, dan reog.

        Mengutip Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945, Fadli menegaskan peran negara dalam memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia, sekaligus menjamin kebebasan masyarakat untuk mengembangkan nilai budaya. Namun ia mengkhawatirkan semakin terbatasnya ruang narasi kebudayaan.

        “Budaya kita sangat tua, tapi narasi kebudayaan justru dibungkam,” katanya.

        Fadli juga mengaitkan kekayaan budaya dengan temuan arkeologis, seperti Homo erectus yang hidup di Indonesia 1,8 juta tahun lalu, dan lukisan gua di Muna serta Maros yang lebih tua dari di Eropa. Ia menyebut Nusantara sebagai tempat keberangkatan peradaban global sejak masa lampau.

        Baca Juga: ADB Beri Pinjaman 500 Juta Dolar AS untuk Indonesia Guna Modernisasi Sistem Perpajakan

        Forum ditutup dengan diskusi panel yang mempertajam isu identitas budaya Indonesia di tengah globalisasi. Para pembicara menekankan perlunya ruang dialog yang hidup agar kebudayaan tidak hanya menjadi artefak museum atau dekorasi festival, tetapi tetap relevan bagi masyarakat masa kini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: