Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

GREAT Institute Apresiasi Formula UMP 2026

GREAT Institute Apresiasi Formula UMP 2026 Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

GREAT Institute mengapresiasi langkah pemerintah terkait formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. Keputusan tersebut diketahui memperluas rentang indeks tertentu (alfa) menjadi 0,5 hingga 0,9.

Direktur Eksekutif GREAT Institute, Dr. Sudarto menyambut baik perluasan indeks alfa tersebut, tetapi menekankan bahwa hasil akhir perhitungan tidak boleh lebih rendah dibandingkan kenaikan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Penasihat Ekonomi Trump: The Fed Miliki Banyak Ruang Guna Pangkas Suku Bunga

Berdasarkan perhitungan GREAT Institute, terdapat sepuluh provinsi yang meskipun menggunakan alfa tertinggi 0,9, persentase kenaikan UMP-nya tetap berpotensi lebih rendah dibandingkan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen.

“Kami mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo yang memperluas alfa hingga 0,9. Ini sinyal keberpihakan. Akan tetapi, pemerintah perlu menjamin agar output akhir formula ini menghasilkan kenaikan UMP 2026 minimal setara atau lebih tinggi dari tahun lalu,” ujar Sudarto.

Presiden Prabowo dinilai telah meningkatkan porsi kontribusi tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, lembaga kajian tersebut memberikan catatan kritis agar formulasi baru benar-benar berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat.

Adapun Peneliti Ekonomi GREAT Institute, Adrian Nalendra Perwira menilai penetapan indeks alfa 0,5–0,9 secara ekonomi merupakan koreksi yang logis untuk mencerminkan kontribusi riil tenaga kerja terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Adrian, dengan alfa yang lebih tinggi, transmisi pertumbuhan ekonomi ke pendapatan rumah tangga akan berlangsung lebih cepat dan mendorong konsumsi agregat sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, ia mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam implementasi kebijakan tersebut.

“Kenaikan upah nominal harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja agar tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada biaya produksi dan memicu inflasi dari sisi penawaran,” kata Adrian.

Ia juga menekankan pentingnya kebijakan pendukung dari pemerintah, seperti pengendalian inflasi, pengurangan beban biaya usaha serta penciptaan iklim usaha yang sehat agar perusahaan mampu memenuhi kenaikan upah tanpa berujung pada pemutusan hubungan kerja.

Baca Juga: Ekonomi Digital Jadi Mesin Ketiga Pertumbuhan Ekonomi RI

“Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan usaha. Jika ingin upah naik dan ekonomi tumbuh, beban pungutan terhadap dunia usaha juga harus dikurangi,” tutur Adrian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: