Jaga Industri Tekstil Kondusif, Rumah Politik Indonesia Desak Pemerintah Bubarkan APSyFI
Kredit Foto: Kemenkop-UKM
Dialektika politik di sektor tekstil kembali mencuat setelah Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menyoroti permainan narasi negatif yang kerap dilontarkan asosiasi industri tekstil. Menurut hasil quick study yang ia lakukan, isu-isu seperti bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) bukanlah hal baru. “Kasus terakhir, misalnya BMAD benang POY dan DTY oleh APSyFi serta langkah serupa oleh API, menunjukkan pola lama yang terus berulang,” ungkap Fernando.
Fernando menjelaskan, narasi yang selalu digulirkan mulai dari banjir impor, pabrik tutup, hingga kalah bersaing dengan negara lain sebenarnya bukan sekadar keluhan. Di balik itu, ada tujuan untuk melapangkan jalan bagi insentif fiskal berupa BMAD dan BMTP. “Yang paling menikmati instrumen fiskal itu justru mereka sendiri, terutama anggota asosiasi, bukan rakyat Indonesia. Faktanya, meski puluhan tahun sudah diterapkan, pasokan benang dan kain dalam negeri tetap kurang dan harganya tetap tinggi,” tegasnya.
“Lebih lanjut, saya menilai insentif fiskal bukan masalah, namun cara memperjuangkannya dengan narasi pesimistis justru melemahkan posisi Indonesia di mata investor. Alih-alih memperkuat rantai pasok dan menarik investasi, sebagian pelaku industri malah tetap menikmati impor dan beroperasi di kawasan berikat. Ironisnya, mereka yang seharusnya dilindungi justru jadi penikmat kebijakan sekaligus importir. Ini yang membuat daya saing tekstil nasional tak kunjung kuat,” ujar Fernando.
Fernando menyindir bahwa contoh buruk yang dilakukan Asosiasi Tekstil untuk saat ini merusak cita-cita Asta Cita Presiden Prabowo. Dasarnya, jika BMAD benang kemarin diloloskan, pasti akan terjadi PHK besar-besaran puluhan ribu orang di tekstil hilir. Ia menegaskan bahwa untung pengambil kebijakan di Pemerintahan Prabowo saat ini sangat cerdas dan bijak untuk menolak BMAD usulan Asosiasi Tekstil.
Fernando juga mempelajari usulan BMAD sejak tahun 2010 selalu dimulai tebar narasi negatif oleh Asosiasi Tekstil ini untuk menekan Pemerintah dan berulang setiap usulan baru dimulai. Kami analisa dari ratusan media sebelum usulan dimulai dan pujian setelah usulan disetujui, ini dilakukan oleh APSyFi dan API. Untuk itu Rumah Politik Indonesia mengusulkan kepada Pemerintah agar Asosiasi Tekstil yang ada dibubarkan dan dibentuk Asosiasi baru yang terdiri pengusaha sejati bukan pengusaha bunglon.
Dari sisi politik, Fernando menilai upaya Presiden dalam memajukan ekonomi yang mulai menunjukkan kebangkitan dengan pertumbuhan industri tekstil sebesar 4 persen pada 2025 justru dilemahkan oleh narasi negatif yang dimainkan Asosiasi Tekstil. Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kondisi tersebut berpotensi melemahkan pemerintahan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: