Sumatera Barat Kuasai 90% Pasar Dunia, Hilirisasi Gambir Jadi Harapan Baru Petani
Kredit Foto: Antara/Hasrul Said
Sumatera Barat dikenal sebagai wilayah penghasil gambir terbesar di dunia, dengan kontribusi sekitar 80 hingga 90 persen terhadap pasokan global.
Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan menjadi sentra utama produksi dan ekspor gambir nasional. Secara ekonomi, ekspor komoditas ini menyumbang sekitar Rp840 miliar per tahun.
Hilirisasi gambir sebenarnya menyimpan potensi besar. Produk turunan dari tanaman ini bisa dikembangkan untuk industri farmasi, makanan, kosmetik, tinta, hingga peralatan militer. Jika dijalankan secara efektif, program hilirisasi dapat menciptakan nilai tambah hingga Rp980 miliar setiap tahun. Bahkan, produk turunannya menjanjikan mulai dari farmasi, kosmetik, pangan, hingga industri tinta dan bahkan perlengkapan militer.
Baca Juga: Pemkab Bandung Dorong Peran Anak Muda dalam Pengelolaan Sampah
"Secara teori, hilirisasi bisa menambah nilai hingga Rp980 miliar per tahun. Jika berhasil, tentu ini akan menjadi kisah sukses pertanian modern Indonesia,"kata
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, Jumat (19/9/2025)
Namun, kenyataan di lapangan jauh dari ekspektasi. Harga jual gambir di tingkat petani masih berkisar Rp25.000 sampai Rp30.000 per kilogram. Petani menghadapi kendala klasik yakni bergantung pada tengkulak, kelembagaan yang lemah, serta tidak adanya kontrol harga. Tantangan lain datang dari fluktuasi harga global, kurangnya infrastruktur pendukung, dan ketiadaan sertifikasi mutu yang dibutuhkan pasar internasional.
"Seperti yang terekam dalam video-video petani, mereka justru berjuang dengan tenaga sendiri, menggali irigasi manual, atau menjaga panen agar tidak gagal, sementara kementerian lebih sibuk dengan narasi gemerlap," ungkapnya.
Iskandar juga mengingatkan bahwa proyek seperti ini tidak boleh dilepaskan dari rekam jejak buruk pengelolaan sektor pangan di Indonesia. Ia menyinggung sejumlah temuan audit lembaga negara yang menunjukkan berulangnya kesalahan kebijakan.
Berdasarkan laporan BPK pada 2015 yang menyatakan adanya kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun akibat pembelian gabah di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Lalu, pada 2018, distribusi beras terganggu, dengan 35 persen stok ditemukan dalam kondisi rusak. Tahun 2021 mencatat pembengkakan biaya penyimpanan beras hingga Rp2,8 triliun. Paling anyar, laporan Ombudsman tahun 2024 mengungkap adanya dugaan maladministrasi yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp7 triliun.
Iskandar mengungkapkan bahwa proyek hilirisasi gambir bisa mengalami nasib serupa jika dijalankan tanpa perencanaan menyeluruh dan pengawasan ketat.
"Pola yang sama bisa terjadi di hilirisasi gambir jika investasi miliaran rupiah dilakukan tanpa kajian matang, tanpa audit teknis, dan tanpa transparansi distribusi hasilnya," tegasnya.
Ia juga mengkritisi pendekatan komunikasi Menteri Pertanian yang dianggap terlalu bombastis namun minim tindak lanjut terhadap temuan auditor negara. Menurutnya, jika tidak ada perubahan dalam pola kerja dan sistem pengambilan keputusan, maka potensi hilirisasi gambir hanya akan menjadi wacana kosong.
Baca Juga: Jutaan Warga Jabar Terancam Hacker? RUU KKS Siap Jadi Tameng!
Iskandar menegaskan bahwa untuk mencapai kesuksesan, proyek ini harus diawali dengan kajian independen, keterbukaan data mengenai margin keuntungan dari petani hingga pabrik, serta pelibatan organisasi petani sebagai aktor utama dalam rantai nilai. Pengawasan lembaga seperti BPK dan Ombudsman pun dianggap mutlak agar proyek tidak salah arah.
Menurutnya, hilirisasi gambir memang menyimpan peluang besar bagi perekonomian nasional. Namun, jika hanya menjadi bagian dari strategi pencitraan politik tanpa keberpihakan riil pada petani, maka hasilnya hanya akan mengulang kegagalan masa lalu.
"Jangan jadikan hilirisasi gambir sebagai proyek pencitraan. Buktikan dengan audit, data terbuka, dan keberpihakan nyata pada petani! Karena surplus yang sesungguhnya bukan ada di podium, melainkan di dompet petani dan stabilitas harga di pasar rakyat," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: