Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        SRN PPI Ditingkatkan, Indonesia Mantapkan Langkah di Pasar Karbon Dunia

        SRN PPI Ditingkatkan, Indonesia Mantapkan Langkah di Pasar Karbon Dunia Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memperkuat kepemimpinannya dalam pengendalian perubahan iklim global dengan membangun pasar karbon yang inklusif, transparan, dan berintegritas tinggi.

        Langkah strategis ini diwujudkan melalui penguatan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) sebagai tulang punggung skema Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI), serta penandatanganan empat Persetujuan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) dengan Verra (VCS Program), Global Carbon Council, Plan Vivo, dan Gold Standard. Selain itu, pemerintah juga menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Puro Earth.

        Salah satu tonggak pentingnya adalah peluncuran panduan nasional bagi pengembang proyek karbon yang ingin melakukan sertifikasi melalui skema Gold Standard for Global Goals (GS4GG). Panduan ini menjadi acuan komprehensif dalam memperkuat tata kelola dan integritas proyek karbon di Indonesia.

        Baca Juga: KLH: Pemulihan Gambut dan Mangrove Jadi Kunci Hadapi Krisis Iklim

        Menteri Lingkungan Hidup/BPLH, Hanif, menegaskan bahwa keunggulan kompetitif Indonesia di pasar karbon hanya dapat dicapai melalui sistem yang kredibel dan terukur.

        “Keunggulan kompetitif hanya dapat diwujudkan dengan membangun pasar karbon yang inklusif, didukung dengan infrastruktur yang transparan dan robust untuk menghasilkan kredit karbon berintegritas tinggi. Penguatan SRN PPI dan panduan yang jelas seperti dari Gold Standard adalah kunci untuk mencapai tujuan ini,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (8/10/2025).

        Menurut Hanif, KLH/BPLH bertanggung jawab besar dalam mengoperasionalkan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang tidak hanya mengandalkan pendekatan berbasis alam (nature-based) seperti sektor FOLU melalui skema Pembayaran Berbasis Kinerja (RBP) REDD+, tetapi juga mengoptimalkan pendanaan iklim berbasis teknologi (technology-based) melalui perdagangan karbon.

        Sejak diluncurkan versi terbarunya, SRN PPI tampil sebagai instrumen strategis Indonesia untuk mendukung implementasi NEK. Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK), Ary Sudijanto, menegaskan pembaruan ini menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan global terhadap aksi iklim Indonesia.

        Baca Juga: Tak Hanya Rugikan Keuangan Negara, Korupsi Juga Lemahkan Iklim Investasi

        “SRN PPI yang lebih tangguh ini memastikan setiap aksi dan kontribusi dari seluruh pihak dapat tercatat, terverifikasi, dan dapat ditelusuri dengan jelas. Inilah wujud nyata keseriusan Indonesia untuk tata kelola iklim yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi,” ujar Ary Sudijanto.

        Sistem SRN terbaru kini dilengkapi fitur visualisasi data aksi, emisi, sumber daya, serta unit karbon yang lebih transparan dan mudah diakses. Mekanisme Measurement, Reporting, and Verification (MRV) juga diperkuat untuk menjamin akurasi dan akuntabilitas, sekaligus mendukung pelaporan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia ke UNFCCC.

        Selain itu, SRN menjadi wadah transisi proyek Clean Development Mechanism (CDM) dari masa Protokol Kyoto ke implementasi Pasal 6 Perjanjian Paris. Saat ini, terdapat 14 pelaku CDM yang berminat bertransisi, empat di antaranya telah terdaftar dalam SRN, yaitu Asahan 1 Hydroelectric Power Plant, Pamona 2 Hydroelectric Power Plant, Wampu Hydro Electric Power Project, dan Semangka Hydro Electric Power Project.

        Baca Juga: Atasi Krisis Lingkungan, KLH/BPLH Ajak Kolaborasi Tokoh Agama Dan Masyarakat

        Sebagai tindak lanjut MRA dengan Gold Standard, KLH/BPLH bersama lembaga tersebut merilis panduan teknis bagi proyek karbon di Indonesia. Dokumen ini mengatur kelayakan proyek, proses sertifikasi, perdagangan kredit, validasi dan verifikasi, hingga biaya pengelolaan. Pengembang dapat berpartisipasi dalam program percontohan dengan batas waktu penyampaian minat hingga 30 Oktober 2025.

        Pemerintah juga membangun koneksi berbagi data antara SRN PPI dan JCM Registry dalam kerangka kerja sama bilateral Pasal 6.2 antara Indonesia dan Jepang. Langkah ini memperkuat integrasi sistem karbon nasional dan internasional, mendukung implementasi MRA antara SPEI dan JCM yang kini telah menerima 62 usulan proyek.

        Selain dengan Gold Standard, KLH/BPLH menyiapkan panduan serupa bagi proyek di bawah skema Verra, Global Carbon Council, dan Plan Vivo guna memperluas pengakuan global terhadap sistem pasar karbon nasional. Pemerintah menegaskan bahwa menjaga integritas karbon menjadi prioritas utama untuk mencegah kecurangan dan menjaga kredibilitas Indonesia di mata dunia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: