- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
PLTS Terapung Cirata: Menjemput Matahari di Atas Air, Menyalakan Negeri Tanpa Polusi
Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Ketika fajar merekah di atas Waduk Cirata, cahaya matahari menari di permukaan air yang tenang. Kilau itu bukan sekadar pantulan sinar pagi, melainkan denyut kehidupan baru dalam perjalanan energi Indonesia. Di tengah bentangan air seluas mata memandang, ribuan panel surya mengapung rapi, membentuk hamparan cermin raksasa yang memanen energi dari langit.
Inilah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menjadi simbol keberanian bangsa menjemput masa depan energi bersih, tanpa mengorbankan alam, tanpa menambah polusi.
Gagasan tentang PLTS terapung berawal dari kebutuhan mencari sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan efisien. Di tengah keterbatasan lahan di Pulau Jawa, PLN bersama Masdar, perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab, menghadirkan solusi cerdas: membangun pembangkit tenaga surya di atas air.
“Kenapa kami memilih tenaga surya, dan bukan hanya di darat? Karena kami ingin efisien tanpa mengorbankan lahan produktif,” tutur Dimas Kaharudin Indra Rupawan, Presiden Direktur PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE), Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, untuk membangun PLTS 200 MW di darat dibutuhkan sekitar 200 hektare lahan. Angka itu sangat besar, apalagi di Pulau Jawa, di mana lahan produktif lebih dibutuhkan untuk pertanian, pemukiman, dan industri. Maka, pilihan terapung menjadi langkah visioner, menyatu dengan alam tanpa merusaknya.
Waduk Cirata dipilih bukan tanpa alasan. Selain luas dan dalam, waduk ini sudah menjadi rumah bagi PLTA Cirata, pembangkit listrik tenaga air terbesar di Indonesia. Sinergi dua sumber energi terbarukan di satu lokasi membuat Cirata menjadi laboratorium hidup bagi masa depan energi hijau nasional.
Baca Juga: Terobosan Energi Terbarukan, PLTS Terapung Saguling Siap Gelontorkan 60 MW Listrik Bersih
Dibangun di atas sistem pelampung modular, ribuan panel surya itu mengapung laksana pulau-pulau kecil di tengah danau. Sistem ini fleksibel, mengikuti pasang surut air hingga 15 meter, tanpa tiang atau fondasi bawah permukaan. Semua kabel dan komponen listrik dirancang aman, melayang di atas air, sehingga mudah dirawat dan ramah lingkungan.
“Kedalaman waduk ini mencapai 100 meter, jadi sistemnya harus fleksibel mengikuti gerak air. Itulah keunikan utama PLTS terapung ini,” jelas Dimas.
Pengerjaannya pun melibatkan ratusan tenaga kerja lokal yang dilatih secara khusus. Panel-panel dirakit di darat, lalu diluncurkan ke air menggunakan perahu dan disusun menjadi satu kesatuan yang kokoh dan indah.
PLTS Terapung Cirata merupakan wujud nyata kerja sama strategis antara Indonesia dan Uni Emirat Arab. Komposisi kepemilikannya 51% dimiliki PLN Nusantara Power, dan 49% oleh Masdar.
Dari penandatanganan pada 2020, pembangunan dimulai 2021, hingga beroperasi penuh pada 2023, semuanya rampung hanya dalam tiga tahun.
“Dari MoU sampai beroperasi hanya tiga tahun. Ini bukti keseriusan Indonesia beralih ke energi bersih,” kata Dimas.
Proyek ini menjadi bukti bahwa investasi hijau bisa berjalan cepat bila didukung visi yang kuat dan kolaborasi lintas negara yang solid.
Salah satu capaian penting PLTS Cirata adalah kemampuannya menekan biaya produksi listrik hingga setara, bahkan lebih murah dibanding pembangkit berbahan bakar fosil. Anggapan bahwa energi terbarukan itu mahal kini terbantahkan.
Dengan kapasitas 192 megawatt-peak (MWp), PLTS ini mampu memenuhi kebutuhan listrik lebih dari 50.000 rumah tangga, sekaligus menekan emisi karbon hingga 214.000 ton per tahun. Selain itu, panel-panel terapung mengurangi penguapan air waduk hingga 20 persen, menjaga ketersediaan air untuk irigasi dan pembangkit lain.
“Energi hijau kini efisien, bukan lagi pilihan mahal. Cirata membuktikannya,” tegas Dimas.
Keberhasilan proyek Cirata menjadi inspirasi lahirnya PLTS terapung di berbagai daerah: Waduk Sutami dan Wonorejo (Jawa Timur), Jatigede (Jawa Barat), hingga Gajah Mungkur (Jawa Tengah).
Potensi nasional luar biasa karena Indonesia memiliki 17.000 pulau dan 3 juta km² wilayah laut. Jika hanya 2.000 km² laut dimanfaatkan untuk PLTS terapung, Indonesia bisa memenuhi 100 persen kebutuhan listrik nasional. Dengan kekayaan geografis dan sinar matahari yang berlimpah sepanjang tahun, Indonesia berpeluang menjadi poros energi surya dunia.
“Kalau teknologi terapung di laut sudah matang, potensinya nyaris tak terbatas,” ujar Dimas.
PLTS Terapung Cirata kini menjadi magnet pembelajaran. Setiap bulan, ratusan pelajar, mahasiswa, hingga peneliti datang belajar tentang energi terbarukan langsung dari lapangan.
Baca Juga: Dorong Energi Surya 100 GW, ESDM Kaji PLTS untuk Kulkas Nelayan
“Setiap kunjungan siswa ke sini membuka mata mereka bahwa energi bersih itu nyata. Mereka pulang membawa semangat baru,” tutur Dimas.
Bagi PLN, proyek ini bukan hanya tentang listrik, tetapi tentang membangun kesadaran ekologis dan nasionalisme energi. Bahwa masa depan Indonesia bukan di bawah bayang-bayang minyak, tapi di bawah sinar matahari.
Di atas permukaan Waduk Cirata, cahaya matahari kini tak sekadar menghangatkan air. Ia menyalakan lampu di rumah-rumah, memberi terang bagi masa depan, dan menulis kisah baru tentang kemandirian energi bangsa.
PLTS Terapung Cirata adalah bukti nyata bahwa inovasi dan keberanian dapat hidup berdampingan dengan alam.
Melalui proyek ini, PLN bukan hanya membangun pembangkit, tetapi juga membangun harapan. Sebuah pesan abadi terpantul di permukaan air Cirata: Menjemput Matahari, Menyalakan Negeri Tanpa Polusi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: