Kredit Foto: Humas DBS
DBS Bank memproyeksikan indeks harga saham gabungan (IHSG) berpotensi mencapai level 8.700 hingga akhir 2025.
Adapun optimisme ini ditopang oleh kinerja kuat sektor komoditas, konsumer, dan perbankan besar (big caps) yang dinilai akan menopang pasar di paruh kedua tahun.
Senior Investment Strategist DBS Bank, Joanne Goh, menyampaikan bahwa pihaknya tetap positif terhadap pasar Indonesia seiring keberlanjutan stimulus fiskal pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Kami terus positif pada pasar, terutama karena kami percaya bahwa pemerintah harus terus melakukan stimulus fisik, serta membuat potongan berat agar ekonomi bertumbuh sekitar 5% dalam beberapa tahun berikutnya,” ujarnya dalam acara Volatilitas Masih Tinggi Jelang Akhir Tahun, DBS Chief Investment Officer Soroti Peluang Investasi, Senin (13/10/2025).
Baca Juga: IHSG hingga Kapitalisasi Pasar Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah
Menurut Joanne, meski kinerja sejumlah saham konglomerasi besar seperti Astra, telah mendorong IHSG ke posisi 8.231 year to date (ytd), pergerakan indeks masih memiliki ruang penguatan.
“Jadi, beberapa perusahaan seperti Astra dan lain-lain, kami berpikir bahwa ini bisa terus berjalan dengan baik. Tapi selain itu, kami juga berpikir telekomunikasi adalah salah satu proses untuk melanjutkan pertumbuhan positifnya,” ucapnya.
Ia menilai, sektor komoditas akan tetap menjadi tulang punggung pertumbuhan, didorong oleh tren elektrifikasi global dan harga komoditas yang bertahan tinggi di tengah inflasi.
“Komoditas adalah salah satu kompleks utama yang kami pikir cukup resiliensi dan dalam permintaan yang kuat terutama karena elektrifikasi dan juga karena inflasi yang lebih tinggi,” katanya.
Baca Juga: DBS Minta Investor Fokus ke Fundamental, Bukan Gejolak Politik!
DBS menilai arus masuk investasi asing langsung (FDI) yang mengalir ke sektor hilirisasi dan manufaktur juga berpotensi memperkuat struktur ekonomi domestik.
Selain komoditas, Joanne menilai bahwa sektor perbankan dan konsumer juga diproyeksikan berperan besar dalam menopang pasar karena kebijakan stimulus dan populasi yang sangat banyak.
“Bank besar seharusnya bertahan. Selain itu, kami juga menyukai sektor konsumen yang memiliki pembangunan kuat dikendalikan oleh stimulus fiskal dan populasi yang kuat,” jelas Joanne.
Ia menambahkan bahwa emiten big caps yang sebelumnya tertinggal di paruh pertama tahun berpeluang mengejar kinerja di semester kedua.
“Semua big caps yang sebenarnya terlambat dalam hal pertama seharusnya mendukung pasar di hal kedua. Untuk JCI di tahap saat ini, kami melihat sekitar Rp8.700 pada akhir tahun,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri