- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Tambang Lokal Pilih Ekspor, Pemerintah Kaji Opsi DMO untuk Lindungi Pasokan Emas RI
Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kemungkinan penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap produk emas, serupa dengan ketentuan DMO batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan kajian tersebut dilakukan lantaran banyak perusahaan tambang emas swasta yang memilih mengekspor produknya ketimbang menjual ke PT Aneka Tambang Tbk (Antam), karena harga ekspor dinilai lebih menarik secara keekonomian.
"Kan sebetulnya ANTAM sudah ada persanjian sama Freeport kan (30 ton). Terus kemudian atas perjanjian itu sebetulnya gak ada masalah, sudah oke. Nah cuma karena ini ada kejadian ini (longsor di Grasberg) kan, ya kita bahas lah, nanti kita evaluasi gimana baiknya," ucap Tri di KESDM, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Baca Juga: Harga Emas Antam Loncat Lagi Jadi Rp2.360.000 per Gram, Cek Rinciannya!
Tri mengatakan, jika kebijakan DMO pada emas diterapkan, maka pemerintah perlu memastikan keseimbangan antara ketersediaan pasokan dalam negeri dan potensi penumpukan produksi di sisi Antam.
"Cuma kalau misalnya nanti ada DMO, seandainya ada DMO, nanti kalau misalnya sananya beroperasi seperti apa. Jangan sampai juga terus malah numpuk," tambahnya.
Kebijakan DMO emas ini menjadi perhatian setelah PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengakui masih bergantung pada impor emas untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional.
Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, mengungkapkan bahwa produksi tambang emas Antam di Pongkor, Bogor, hanya mencapai sekitar 1 ton per tahun. Padahal, kebutuhan emas domestik jauh lebih besar.
Baca Juga: Harga Emas Sentuh Rekor Baru, Didukung Ketidakpastian Global
“Persoalannya adalah tambang milik ANTAM, yang saat ini satu-satunya ada di Pongkor, itu produksinya cuma 1 ton setahun,” jelas Achmad dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9/2025).
Untuk menutupi kekurangan, Antam mengandalkan tiga sumber utama: emas hasil buyback dari masyarakat sekitar 2,5 ton per tahun, pasokan dari perusahaan tambang lain yang memurnikan emas di fasilitas Antam, serta impor dari luar negeri.
Namun, skema kerja sama dengan perusahaan tambang lokal tidak selalu berjalan optimal. Banyak perusahaan lebih memilih ekspor karena harga lebih fleksibel, adanya bundling dengan penjualan perak, dan beban pajak PPN 13 persen.
“Oleh karena tidak ada kepastian ketersediaan di dalam negeri, artinya tidak ada kewajiban bagi perusahaan tambang yang menambang di Indonesia untuk menjual ke ANTAM. B2B-nya tidak selalu menguntungkan bagi perusahaan tersebut untuk menjual kepada ANTAM emasnya saja,” jelas Achmad.
Baca Juga: IHSG Siang Ini Anjlok 0,62% ke Level 8.075, ANTM, MDKA dan BRPT Top Losers LQ45
Sebagai solusi jangka pendek, Antam terpaksa mengimpor emas dari perusahaan dan refinery yang terafiliasi dengan London Bullion Market Association (LBMA), terutama dari Singapura dan Australia.
“(Import dari Singapura itu berapa setahun?) Mungkin 30 an ton,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo