LAN RI: Integritas ASN Jadi Kunci Reformasi Birokrasi, Publik Dukung Hukuman Berat bagi Koruptor
Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) melalui Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional (Pusjar SKTAN) merilis hasil Jajak Pendapat Persepsi Publik terhadap Nilai, Integritas, dan Harapan bagi ASN di Indonesia yang dilaksanakan pada 1–21 September 2025.
LAN RI berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan terhadap persepsi publik terhadap ASN sebagai bagian dari upaya membangun birokrasi yang semakin terpercaya, kompeten, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berintegritas.
Jajak Pendapat ini melibatkan sebanyak 811 responden lintas kelompok usia, pekerjaan, dan Pendidikan yang berasal dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia, dengan tujuan untuk memotret persepsi publik terhadap nilai dasar, kompetensi kepemimpinan, serta pandangan masyarakat tentang integritas aparatur sipil negara.
Baca Juga: LAN Dorong Digitalisasi Manajemen Talenta ASN, Birokrasi Cerdas Menuju Indonesia Emas 2045
Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas menempati posisi tertinggi dalam persepsi publik sebagai nilai yang harus menjadi jantung etika ASN. Sementara itu, berpikir strategis, kemampuan mengelola perubahan, dan pengambilan keputusan menjadi kompetensi kepemimpinan yang paling dianggap penting untuk birokrasi masa depan.
Terkait isu korupsi, publik menilai bahwa politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan (44,27%) serta lemahnya penegakan hukum (19,48%) merupakan penyebab utama korupsi di Indonesia. Sebagian besar responden juga menginginkan hukuman berat seperti penyitaan aset, hukuman mati, dan larangan seumur hidup menjadi pejabat publik bagi pelaku korupsi.
Kepala Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional (Pusjar SKTAN) LAN RI, Riyadi menyampaikan bahwa hasil survei ini menggambarkan arah moral dan ekspektasi masyarakat terhadap birokrasi yang bersih dan berintegritas.
“Menariknya, hasil jajak pendapat ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat dan ASN ternyata sejalan. Keduanya menempatkan integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas sebagai nilai tertinggi. Artinya, apa yang diyakini publik juga telah menjadi komitmen dalam tubuh birokrasi,” ujar Riyadi, Rabu (15/10/2025).
Ia menambahkan bahwa pandangan ASN yang muncul dari berbagai latar belakang profesi dan instansi juga memiliki dasar yang kuat.
“Pendapat ASN bukanlah persepsi yang mengawang, tetapi bisa dipertanggungjawabkan secara empiris. Mereka menilai diri dan institusinya dengan jujur, dan itu menjadi modal penting dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap birokrasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Riyadi menyoroti meningkatnya dukungan publik terhadap penerapan perampasan aset hasil korupsi sebagai bentuk hukuman yang dianggap adil dan memberikan efek jera.
“Publik semakin tegas dalam menolak korupsi. Dukungan terhadap perampasan aset hasil korupsi menunjukkan kesadaran moral kolektif bahwa keadilan tidak cukup ditegakkan lewat hukuman penjara, tetapi juga dengan mengembalikan hak rakyat yang telah dirampas,” tegas Riyadi.
Menariknya, di tengah kuatnya tuntutan terhadap nilai moral dan integritas ASN, publik juga memiliki pandangan yang jelas mengenai struktur keadilan dalam sistem gaji di sektor publik. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa Presiden Republik Indonesia dianggap paling layak menerima gaji dan tunjangan terbesar, disusul oleh dosen/guru, hakim agung, ASN, dan tenaga kesehatan.
Riyadi mengatakan bahwa temuan ini menunjukkan kesadaran publik terhadap tanggung jawab besar yang dipikul oleh Presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan.
“Pandangan publik bahwa Presiden layak mendapat gaji tertinggi adalah cerminan kesadaran bahwa tanggung jawab tertinggi dalam tata kelola negara memang berada di tangan pemimpin nasional. Publik menilai, besarnya tanggung jawab dan risiko yang diemban Presiden sepadan dengan penghargaan finansial yang diterima,” jelasnya Riyadi.
Riyadi menekankan, publik pada dasarnya memahami hierarki etika dalam penggajian negara, semakin besar tanggung jawab dan risiko yang ditanggung, semakin tinggi pula penghargaan yang pantas diberikan.
“Dalam perspektif etika publik, wajar bila kepala negara berada di posisi teratas dalam struktur gaji nasional. Namun yang lebih penting, sistem penggajian ini harus transparan, rasional, dan tidak menciptakan kesenjangan ekstrem dengan jabatan publik lainnya,” tegasnya.
Baik ASN maupun pejabat publik lainnya kini dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan penghargaan terhadap tanggung jawab jabatan dengan pencapaian kinerja yang nyata dan terukur. LAN melalui Pusjar SKTAN menilai bahwa isu kesejahteraan dan sistem penggajian harus terus dikaitkan dengan agenda besar reformasi birokrasi dan manajemen talenta ASN nasional. Riyadi menegaskan bahwa kebijakan remunerasi ke depan perlu diarahkan pada keseimbangan antara kesejahteraan, tanggung jawab, dan integritas.
“Tidak cukup sekadar memperbaiki angka gaji. Yang lebih penting adalah membangun sistem imbalan yang adil, transparan, dan mendorong kinerja terbaik. Dengan begitu, kepercayaan publik terhadap birokrasi bisa terus tumbuh,” pungkasnya.
Sementara itu, Guruh Muamar Khadafi, Analis Kebijakan Pusjar SKTAN LAN RI yang memimpin pelaksanaan jajak pendapat ini, menekankan bahwa temuan ini merefleksikan hubungan yang erat antara birokrasi dan kepercayaan publik.
“Data ini adalah cermin dari harapan publik terhadap wajah baru ASN. Masyarakat ingin birokrasi yang bukan hanya cakap bekerja, tetapi juga bermartabat secara moral. Integritas kini dipandang bukan sekadar nilai, tetapi sebagai syarat eksistensi ASN,” ujar Guruh.
Ia menambahkan bahwa reformasi birokrasi ke depan tidak dapat berhenti pada level prosedur.
Baca Juga: Digitalisasi Birokrasi Kunci Reformasi Menuju Tata Kelola Modern
“Temuan ini menegaskan bahwa reformasi birokrasi ke depan tidak bisa berhenti pada perbaikan sistem dan prosedur. Ia harus menembus lapisan budaya, cara berpikir, dan nilai-nilai yang dihidupi ASN sehari-hari,” jelasnya.
Menurut Guruh, hasil jajak pendapat ini sekaligus menjadi pijakan penting bagi LAN dalam merancang kebijakan pengembangan ASN yang lebih holistik.
“Bagi LAN, hasil ini menjadi pijakan dalam merancang kebijakan pembinaan ASN yang berbasis pada nilai. Fokusnya bukan hanya mencetak aparatur yang kompeten, tetapi juga pemimpin yang berani bersih dan memimpin dengan teladan,”pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: