Kemenhut Dorong Reformasi Birokrasi Lewat Sistem Digital SIGAP dan 'Jaga Rimba'
Kredit Foto: Istimewa
Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, memastikan kemenhut akan menerapkan tata kelola kehutanan yang lebih transparan, modern, dan berbasis data. Melalui penguatan One Map Policy (Kebijakan Satu Peta), kementerian meluncurkan dua instrumen digital utama, yakni Sistem Informasi Geospasial Kehutanan (SIGAP) dan Decision Support System (DSS) Kehutanan “Jaga Rimba”.
Kedua sistem tersebut menjadi fondasi penting untuk memastikan seluruh kebijakan kehutanan berangkat dari data yang sama, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“SIGAP dan DSS bukan sekadar sistem digital, melainkan simbol perubahan paradigma — dari tata kelola sektoral menjadi tata kelola berbasis satu data kehutanan nasional,” ujar Raja Juli dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (18/10/2025).
Baca Juga: Kemendikdasmen-Kemenhut Kolaborasi Tumbuhkan Kesadaran Lingkungan Sejak Dini
SIGAP dikembangkan oleh Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Sistem ini menjadi tulang punggung Informasi Geospasial Tematik (IGT) di bidang kehutanan dengan mengintegrasikan data dari berbagai unit kerja melalui Geoportal Kehutanan, yang terhubung dengan Jaringan Infrastruktur Geospasial Nasional (JIGN) dan portal Kebijakan Satu Peta (KSP).
SIGAP memiliki sejumlah fitur utama, antara lain peta interaktif dan cetak digital yang memungkinkan pengguna menelusuri lapisan data kehutanan secara langsung, analisis spasial otomatis untuk mendeteksi tumpang tindih kawasan, perubahan tutupan lahan, hingga konflik tenurial. Selain itu, integrasi Application Programming Interface (API) antar sistem memastikan keseragaman data di seluruh kementerian.
Alur tata kelola data SIGAP berjalan sistematis dan terstandar. Produsen data melakukan unggahan dan pembaruan data secara rutin, sementara UPT Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) di daerah bertugas menyebarluaskan data sesuai wilayah kerja masing-masing. Walidata Geospasial melakukan quality assurance sebelum data dipublikasikan secara resmi ke publik. Semua tahapan dijalankan secara digital melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang menjamin keamanan dan akuntabilitas informasi.
Baca Juga: Anak Usaha Bakrie Disebut Masuk Kawasan Hutan, Ini Klarifikasi UNSP
Sepanjang 2024–2025, SIGAP berhasil memperluas cakupan data spasial nasional dan menjadi rujukan utama perencanaan kebijakan kehutanan. Atas inovasi tersebut, SIGAP meraih Bhumandala Kanaka (Emas) dan Juara One Map Policy Competition 2024 dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
“Kami memastikan seluruh kebijakan dan perizinan kehutanan kini berlandaskan data tunggal yang tervalidasi,” jelas Direktur IPSDH, Agus Budi Santosa.
Melengkapi SIGAP, pada 2025 Kementerian Kehutanan meluncurkan DSS “Jaga Rimba”, sistem pendukung keputusan berbasis data yang mengintegrasikan informasi spasial dan nonspasial dari berbagai sumber. DSS berfungsi sebagai meja kerja digital terpadu untuk proses perencanaan, pengawasan, hingga pemberian izin yang dilakukan secara transparan dan cepat berdasarkan data valid.
Sistem ini juga dilengkapi Early Warning System (EWS) berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan data satelit (MODIS, VIIRS, Sentinel, Landsat, NICFI) untuk mendeteksi dini potensi deforestasi serta memantau perubahan tutupan hutan secara berkala.
Baca Juga: INDEF: 62 Persen Lahan Sawit Petani Masih Terindikasi Brada di Kawasan Hutan
Dengan konektivitas ke sistem lain seperti SIMONTANA dan SIPONGI, DSS memperkuat integrasi lintas unit kerja. Kementerian berharap kehadiran DSS “Jaga Rimba” dapat mempercepat respons terhadap ancaman lingkungan dan memperkuat pengawasan hutan secara nasional.
“Kita tidak lagi bekerja berdasarkan asumsi. DSS menghadirkan bukti visual dan data nyata di hadapan pengambil keputusan,” ujar Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Ade Triaji Kusumah.
Kehadiran SIGAP dan DSS menjadi bukti nyata pelaksanaan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 58 Tahun 2025 tentang Gugus Tugas Percepatan Digitalisasi Layanan dan Konsolidasi Peta Kehutanan. Upaya tersebut mempertegas komitmen Kementerian dalam meneguhkan One Map Policy untuk masa depan kehutanan Indonesia.
Baca Juga: MADANI & Satya Bumi: PSN Ancam Hutan Alam, Iklim, dan Hak Masyarakat
Kedua sistem ini menandai langkah maju Indonesia dalam membangun tata kelola kehutanan berbasis SPBE yang efisien dan akuntabel. Dengan sistem terintegrasi, kebijakan kehutanan kini mampu menghadirkan transparansi publik, memperkecil tumpang tindih perizinan, dan memperkuat kepastian status kawasan hutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: