Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Organisasi Lingkungan Desak IMO Tolak Biofuel Berisiko dalam Kerangka Net-Zero

        Organisasi Lingkungan Desak IMO Tolak Biofuel Berisiko dalam Kerangka Net-Zero Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tiga organisasi lingkungan internasional, yakni Biofuelwatch, Forest Watch Indonesia (FWI), dan Global Forest Coalition, mendesak Organisasi Maritim Internasional (IMO) untuk tidak memasukkan biofuel yang berisiko tinggi terhadap lingkungan ke dalam kebijakan Kerangka Net-Zero (Net-Zero Framework). Desakan ini disampaikan menyusul keputusan IMO menunda adopsi resmi kerangka tersebut hingga 2026.

        Dalam Pertemuan Luar Biasa Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC ES.2) di London, negara-negara anggota sepakat melanjutkan pembahasan teknis mengenai insentif energi bersih pada 20–24 Oktober 2025. Ketiga organisasi menegaskan, biofuel tidak boleh dianggap sebagai solusi hijau karena justru berpotensi memperburuk krisis iklim.

        “Biofuel bukan solusi berkelanjutan dalam kondisi apa pun. Dorongan untuk memproduksi biofuel berbasis kedelai di Amerika Latin telah mempercepat deforestasi dan menggusur masyarakat dari tanah mereka. Jika IMO menciptakan permintaan baru terhadap biofuel, itu hanya akan memicu lebih banyak emisi, ketimpangan, dan perampasan lahan,” ujar Jana Uemura, Juru Kampanye Iklim Global Forest Coalition, dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (22/10/2025).

        Baca Juga: Lewat Biodiesel B40 hingga SAF Minyak Jelantah, Pertamina Pacu Transformasi Bisnis Berkelanjutan

        Menurut FWI, bukti ilmiah menunjukkan bahwa emisi akibat perubahan penggunaan lahan tidak langsung (Indirect Land Use Change/ILUC) dari biofuel berbasis tanaman—seperti kedelai dan kelapa sawit—dapat menghapus manfaat iklim yang diklaimnya. Praktik ekspansi tanaman energi tersebut juga mendorong deforestasi, krisis pangan, serta konflik agraria di berbagai negara tropis, termasuk Indonesia.

        “Menolak biofuel dalam Kerangka Net-Zero berarti melindungi hutan tropis yang tersisa di dunia—penyerapan karbon dan pusat keanekaragaman hayati yang sangat penting,” kata Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye Hutan FWI.

        Anggi menambahkan, pengalaman Indonesia seharusnya menjadi peringatan bagi dunia. Ekspansi perkebunan sawit untuk bahan bakar nabati (BBN) terbukti mendorong kehilangan hutan, termasuk di kawasan lindung dan konservasi, yang berdampak pada meningkatnya emisi karbon serta terancamnya hak-hak masyarakat adat.

        Baca Juga: Produksi B40 Capai 750 Ribu Barel, Kilang Plaju Siap Tancap Gas B50

        Untuk menghindari dampak tersebut, IMO diminta mengeluarkan biofuel ber-ILUC tinggi dari kebijakan energi bersihnya. Beberapa kebijakan global seperti skema CORSIA dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), Mandat SAF Inggris, dan regulasi Uni Eropa telah mengecualikan biofuel berisiko tinggi dari daftar bahan bakar rendah karbon.

        “Ilmu sudah jelas, bahwa biofuel berbasis tanaman maupun limbah tidak mampu memberikan pengurangan emisi yang nyata. Pemerintah kini memiliki peluang bersejarah untuk mengarahkan sektor pelayaran menuju solusi energi yang benar-benar bersih dan bebas emisi—yang melindungi manusia dan planet,” tegas Pax Butchart, Juru Kampanye Biofuelwatch.

        Selain biofuel berbasis tanaman, pasokan bahan bakar dari limbah seperti used cooking oil (UCO) juga dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi sektor pelayaran global. Studi terbaru menunjukkan, pasokan global minyak jelantah hanya mampu memenuhi sekitar 5% kebutuhan energi pelayaran dunia, sehingga ketergantungan terhadap biofuel ber-ILUC tinggi tetap tinggi.

        Baca Juga: Produksi B40 Capai 750 Ribu Barel, Kilang Plaju Siap Tancap Gas B50

        IMO kini didesak untuk fokus pada alternatif energi yang benar-benar berkelanjutan, seperti peningkatan efisiensi kapal, pemanfaatan tenaga angin untuk propulsi, dan pengurangan permintaan transportasi maritim dalam rantai perdagangan internasional.

        Pertemuan lanjutan kelompok kerja teknis IMO (ISWG-GHG-20) dijadwalkan berlangsung 20–24 Oktober 2025. Sementara itu, Strategi Gas Rumah Kaca IMO 2023 yang menetapkan target net-zero emisi pada 2050 tetap berlaku meski adopsi kerangka kebijakan tertunda.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: