Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pajak Kripto Naik Pesat, Transaksi Nasional Capai Rp360 Triliun

        Pajak Kripto Naik Pesat, Transaksi Nasional Capai Rp360 Triliun Kredit Foto: Unsplash/Executium
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penerimaan pajak dari sektor aset kripto nasional mencapai Rp1,71 triliun hingga September 2025, mencerminkan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan di industri aset digital Indonesia. Angka tersebut berasal dari Rp836,36 miliar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan dan Rp872,62 miliar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri.

        Kementerian Keuangan mencatat total penerimaan pajak ekonomi digital mencapai Rp10,21 triliun sepanjang Januari–September 2025. Kontribusi pajak kripto menjadi salah satu yang paling signifikan sejak kebijakan tersebut diberlakukan pada 2022.
        CEO Tokocrypto Calvin Kizana menilai capaian itu sebagai bukti kematangan industri aset digital di Indonesia.

        “Kami mengapresiasi pencapaian penerimaan pajak kripto yang menunjukkan arah positif. Dengan tren transaksi dan minat investor yang terus meningkat, kami optimistis target penerimaan pajak kripto dapat melampaui Rp 2 triliun di akhir 2025,” ujar Calvin dikutip dari keterangan resmi, Jumat (24/10/2025).

        Baca Juga: OJK: Pajak Kripto Harus Seimbang, Jangan Bikin Investor Kabur

        Calvin menyebut kontribusi Tokocrypto terhadap total penerimaan pajak kripto nasional mencapai lebih dari 40%, menjadikannya salah satu penyumbang terbesar. Menurutnya, potensi tersebut bisa meningkat seiring pengembangan produk dan inovasi bisnis hingga akhir tahun.

        Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat optimisme tersebut. Nilai transaksi aset kripto nasional mencapai Rp360,3 triliun sepanjang Januari–September 2025, naik dari Rp276,45 triliun pada periode Januari–Juli. Peningkatan itu menunjukkan kepercayaan investor dan stabilitas pasar kripto tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.

        Meski begitu, Calvin mengingatkan risiko dari dinamika ekonomi global yang berpotensi memengaruhi pasar di kuartal IV 2025.

        “Kami melihat pasar memang sedang mengalami fase koreksi, namun ini adalah koreksi sehat, bukan tanda bearish. Justru ini memberikan ruang untuk pertumbuhan yang lebih kuat di tahun depan,” jelas Calvin.

        Industri berharap percepatan revisi UU P2SK dan Rancangan POJK Amandemen POJK 27/2024 dapat menghadirkan regulasi yang lebih adaptif. Aturan yang efisien dinilai akan memperkuat daya saing industri sekaligus mendorong inovasi produk kripto di dalam negeri.

        Baca Juga: Bitcoin Cetak Rekor Rp2 Miliar, Kontribusi Pajak Kripto Melesat

        Hasil riset LPEM FEB UI menunjukkan potensi ekonomi besar dari perdagangan aset kripto, dengan nilai tambah bruto sekitar Rp260 triliun. Namun baru Rp70,04 triliun yang terealisasi, sehingga masih terdapat potensi ekonomi hilang sekitar Rp189,4 triliun karena aktivitas di platform luar negeri yang belum teregulasi.

        “Jika ekosistem dan regulasi di dalam negeri semakin kuat, investor tidak perlu mencari alternatif di luar negeri. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi tentang membangun kedaulatan ekonomi digital Indonesia,” tegas Calvin.

        Sebagai pembanding, negara seperti Thailand dan Vietnam telah lebih dulu menghadirkan kebijakan inovatif dengan kepastian hukum dan pajak yang akomodatif.

        “Indonesia memiliki potensi besar untuk menyaingi mereka. Dengan regulasi yang seimbang antara perlindungan konsumen dan dorongan inovasi, kita bisa menjadikan industri kripto sebagai pilar baru ekonomi digital nasional,” ujar Calvin.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ida Umy Rasyidah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: