Kredit Foto: Istimewa
Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Layanan Berbasis Platform yang akan mengatur model bisnis ojek daring serta mekanisme perlindungan sosial bagi para pengemudinya. Regulasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum tanpa menimbulkan beban ekonomi baru bagi pekerja maupun perusahaan aplikasi.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai langkah pemerintah tersebut penting untuk mengakhiri perdebatan panjang terkait status hukum pengemudi ojek daring antara pekerja dan mitra. Namun, penyusunannya perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan efek ekonomi lanjutan.
“Pemerintah memang berusaha mem-bypass perdebatan klasik status ‘pekerja atau mitra’ dengan memberi perlindungan minimum. Namun dasar hukumnya harus tetap jelas,” ujar Djoko, Kamis (6/11/2025).
Baca Juga: Pembiayaan Kendaraan Bermotor Kuasai 76% Portofolio Multifinance
Menurut Djoko, Perpres tersebut sebaiknya tidak memaksakan penetapan status pekerja formal bagi pengemudi ojek daring. Ia menilai, yang lebih mendesak adalah memastikan mereka terlindungi melalui skema BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah (BPU), dengan iuran harian yang disesuaikan dengan fluktuasi pendapatan.
“Cukup pastikan perlindungan minimum yang adaptif terhadap pendapatan harian pengemudi. Dengan begitu, sistemnya tetap fleksibel tapi memberi jaminan sosial dasar,” katanya.
MTI juga menyoroti potensi beban ganda bagi pengemudi akibat potongan pendapatan oleh aplikator dan kewajiban iuran jaminan sosial. Djoko mengingatkan, tanpa perhitungan yang matang, beban tambahan tersebut bisa saja dialihkan kepada pengemudi atau penumpang.
“Iuran jaminan sosial adalah biaya tambahan, bukan pengganti potongan 20% oleh aplikator. Pemerintah harus merancang skema bertahap dan berbagi beban, seperti model di Singapura,” jelasnya.
Baca Juga: BI Ungkap Kredit KPR dan Motor Lesu, Waspadai Resiko NPL!
Selain itu, MTI menekankan pentingnya transparansi algoritma dan koordinasi lintas kementerian dalam penyusunan Perpres agar implementasinya tidak menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum di lapangan.
“Transparansi algoritma menjadi kunci agar tidak ada ketimpangan antara aplikator dan pengemudi. Pemerintah juga perlu memastikan koordinasi antarkementerian berjalan baik,” ujar Djoko.
Rancangan Perpres ini menjadi upaya pertama pemerintah untuk memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi sektor ojek daring, yang selama ini beroperasi dengan dasar kesepakatan kemitraan tanpa pengaturan formal terkait perlindungan sosial dan kesejahteraan pekerja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri