Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ferdy Hashiman: Pemerintah Salah Langkah Soal Kenaikan Bea Emas

        Ferdy Hashiman: Pemerintah Salah Langkah Soal Kenaikan Bea Emas Kredit Foto: EmasKu
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Watch, Ferdy Hashiman, menilai rencana pemerintah menaikkan bea keluar emas dari 7,5 persen menjadi 15 persen sebagai kebijakan yang tidak tepat. Menurutnya, kenaikan bea tersebut justru menambah beban perusahaan tambang di saat kondisi ekonomi melemah.

        Ferdy menegaskan bahwa industri tambang emas saat ini sudah menghadapi tekanan biaya yang besar, terutama kewajiban membangun fasilitas pemurnian (smelter) yang membutuhkan investasi raksasa. Ia mencontohkan, pembangunan smelter Freeport Indonesia mencapai nilai hingga Rp50 triliun.

        “Menurut saya ini kebijakan yang tidak perlu. Di saat kelesuan ekonomi dan beban perusahaan tambang cukup berat, kebijakan menaikkan bea keluar ini tidak tepat,” ujarnya.

        Baca Juga: Bahlil: Harga Emas Tinggi, Bea Keluar Harus Dikenakan

        Ia menjelaskan bahwa produksi emas memiliki biaya tinggi, termasuk penggunaan pinjaman untuk pendanaan operasional dan investasi. Bila pemerintah terus menambah beban fiskal, industri dinilai semakin tertekan dan berpotensi mengganggu stabilitas sektor pertambangan nasional.

        “Pengeluaran emas itu besar, cost produksinya besar. Mereka pakai uang pinjaman juga. Ini jadi sangat menarik karena harus dipaksa mengikuti kebijakan yang berubah-ubah,” tambahnya.

        Tidak Sepakat Kebijakan Mengikuti Harga Komoditas

        Ferdy menolak argumen pemerintah yang ingin menaikkan bea keluar karena harga emas global tengah berada di level tertinggi. Menurutnya, kebijakan tidak boleh ditentukan oleh fluktuasi harga pasar jangka pendek.

        “Tidak boleh kebijakan mengikuti harga. Kalau besok harganya turun, apa beanya mau diturunkan lagi? Kebijakan itu harus sustain,” tegasnya.

        Baca Juga: Hilirisasi Timah Makin Nyata, Pakar Soroti Tantangan Hulu

        Ia juga mengkritisi sikap pemerintah yang dinilai tidak konsisten. Menurut Ferdy, bea keluar emas seharusnya tetap dipertahankan pada level 7,5 persen.

        “Sudah 7,5 persen aja. Produsen emas ini kan sudah punya banyak kewajiban, termasuk bangun smelter. Apa untungnya kalau bea keluar dinaikkan lagi?” katanya.

        Ferdy juga menyoroti kontribusi besar perusahaan tambang emas terhadap ekonomi daerah. Ia mencontohkan kontribusi Freeport Indonesia mencapai lebih dari 90 persen terhadap PDRB Mimika, sementara Amman Mineral mencapai sekitar 80 persen terhadap ekonomi Sumbawa Barat.

        Sebagai alternatif kebijakan, Ferdy menyarankan pemerintah fokus pada pengaturan harga mineral ikutan seperti perak, yang selama ini menjadi hasil sampingan penambangan emas.

        Baca Juga: Targetkan Produksi 2026, EMAS Mulai Ore Feeding di Tambang Pani

        “Lebih baik pemerintah mengatur harga perak sebagai mineral ikutan. Itu bisa lebih diberdayakan untuk menarik emasnya,” ucapnya.

        Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyepakati rencana pengenaan bea keluar emas di kisaran 7,5 hingga 15 persen. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menyebut PMK terkait kebijakan tersebut akan segera diterbitkan sebagai amanat dari UU APBN 2026.

        Kementerian ESDM juga menyatakan bahwa komoditas emas wajib dikenakan bea keluar karena harga global tengah melambung tinggi. Emas internasional diketahui menembus lebih dari USD 4.000 per troy ounce pada kuartal IV 2025.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Djati Waluyo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: