Laboratorium Karbon Digital Jadi Langkah Baru Perkuat Pasar Karbon Indonesia
Kredit Foto: Istimewa
Pasar karbon di Indonesia harus terus dikembangkan melalui inovasi karbon digital. Untuk mewujudkan hal tersebut, sudah saatnya Indonesia memiliki laboratorium karbon digital. Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), Riza Suarga, mengatakan bahwa laboratorium karbon digital bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengukur, melaporkan, dan memverifikasi (MRV) emisi gas rumah kaca.
Selain itu, kata Riza, laboratorium ini akan membantu meningkatkan akurasi dan transparansi data emisi, sehingga Indonesia dapat lebih efektif dalam mengurangi emisi dan mencapai target pengurangan emisi yang telah ditetapkan.
“Laboratorium karbon digital juga akan membantu meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan iklim yang efektif, serta meningkatkan kerja sama internasional dalam mengatasi perubahan iklim,” kata Riza usai penandatanganan Komitmen Bersama dengan Indonesia Carbon Trade Association oleh Wali Kota Bandung Muhammad Farhan pada Carbon Digital Conference (CDC) 2025 di Aula Barat ITB, Kota Bandung.
Riza mengungkapkan, penandatanganan ini dilakukan sebagai landasan pengembangan inovasi karbon digital dan pasar karbon di tingkat kota. Menurut dia, dengan adanya laboratorium karbon digital, Indonesia dapat meningkatkan akurasi data emisi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan iklim, serta meningkatkan kerja sama internasional dalam mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga: Kemenperin Ungkap Indonesia Belum Miliki Carbon Budget, Dekarbonisasi Jalan Tanpa Kompas
“Hal ini akan membantu Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi dan meningkatkan kemampuan dalam mengatasi perubahan iklim,” jelas Riza. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menjelaskan bahwa Bandung siap untuk menjadi pilot project dalam pembuatan laboratorium karbon digital pertama di Indonesia.
“Ini adalah kesempatan emas bagi Kota Bandung untuk membuka diri sebagai living lab bagi para pelaku industri karbon digital. Bandung dapat dimanfaatkan sebagai ruang prototyping teknologi. Jika prototipe berhasil, kami tinggal memperbesar kapasitasnya agar Bandung dikenal sebagai kota lahirnya Carbon Digital Economy,” kata Farhan.
Menurut dia, Bandung memiliki urgensi untuk segera mengembangkan skema ekonomi karbon, terutama karena tantangan besar terkait ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Kota dengan densitas penduduk tinggi ini menghadapi keterbatasan lahan yang membuat target 30 persen RTH sebagaimana amanat undang-undang menjadi sulit tercapai.
Farhan juga menyebut adanya potensi pemanfaatan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) seluas sekitar 600–700 hektare yang dapat dikembangkan sebagai modal lingkungan (natural capital). Area ini dinilai dapat berkontribusi besar terhadap skema ekonomi karbon di masa mendatang.
Farhan mengatakan, Carbon Digital Conference 2025 menandai perubahan penting dalam arah pembangunan Kota Bandung. Dari pendekatan konservatif lingkungan menjadi model ekonomi hijau berbasis teknologi digital, insentif karbon, dan kolaborasi global.
Baca Juga: Jadi Aset Iklim Sangat Berharga Bagi RI, Ini Cara Pemerintah Jaga Ekosistem Karbon Biru
Sekedar informasi, CDC 2025 sukses diselenggarakan pada 8 hingga 10 Desember 2025 di Bandung, Jawa Barat. Acara ini menjadi ajang strategis yang menampilkan bagaimana kemajuan teknologi digital dapat mendorong dampak lingkungan positif di berbagai sektor.
Dengan mengusung tema ‘Menggagas Ulang Pasar Karbon Indonesia: Inovasi Digital untuk Integritas Global’, CDC2025 berhasil menarik lebih dari 450 peserta dari 10 negara, melibatkan pemangku kepentingan dari pemerintah, industri, akademisi, dan startup teknologi iklim.
Riza menyatakan, CDC2025 bukan hanya sebuah konferensi, tetapi forum kolaborasi yang mempertemukan seluruh pemangku kepentingan dalam rantai nilai karbon. Sebagai knowledge partner di CDC 2025, Yulianna Sudjonno, Partner sekaligus Sustainability Leader PwC Indonesia, menyampaikan bahwa pemerintah telah menunjukkan progress yang signifikan tahun ini dengan ditandatanganinya Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan beberapa negara dan organisasi pengembang standar internasional.
“Kini saatnya seluruh ekosistem pemerintah, penyedia pembiayaan, pengembang proyek, hingga pelaku pasar melanjutkan upaya tersebut untuk membangun kredit karbon berkualitas tinggi di Indonesia,” pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: