Ekspor Kredit Karbon RI Seret, KLH Akui ProdukI Tak Sesuai Permintaan Global

Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Ary Sudijanto, mengungkapkan bahwa pasar karbon Indonesia masih belum mampu menarik minat global.
Menurutnya, produk kredit karbon yang ditawarkan Indonesia belum sesuai dengan preferensi pasar internasional.
“Barang (kredit karbon) yang kita jual saat ini masih berbasis teknologi, seperti efisiensi energi dan energi baru terbarukan (EBT). Sementara itu, pasar global lebih menantikan produk dari solusi berbasis alam atau Nature-Based Solutions (NBS),” ujar Ary dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait progres perdagangan karbon di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Baca Juga: Hashim Apresiasi Peran PLN dalam Perdagangan Karbon Internasional
Ary menjelaskan bahwa NBS merupakan pendekatan yang memanfaatkan ekosistem alam untuk mengatasi tantangan lingkungan dan perubahan iklim. Konsep ini mencakup pertanian berkelanjutan, restorasi hutan, hingga perlindungan kawasan pesisir. Namun, implementasi NBS di Indonesia masih terbatas.
Baca Juga: Perdagangan Karbon Internasional Dibuka, Hashim Djojohadikusumo Undang Investor Asing Masuk
Salah satu proyek yang telah menerapkan konsep NBS secara konkret adalah Proyek Katingan Mentaya (KMP), yang mencakup 157.875 hektare hutan gambut. Proyek ini berhasil mencegah pelepasan sekitar 7,5 juta ton karbon per tahun ke atmosfer—setara dengan emisi dari dua juta kendaraan bermotor.
Untuk meningkatkan daya saing perdagangan karbon Indonesia, KLH berkomitmen mengembangkan lebih banyak proyek berbasis NBS. “Ke depan, kami akan memperkuat produk karbon yang berasal dari solusi berbasis alam agar lebih sesuai dengan permintaan pasar global,” tegas Ary.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement