Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
Indonesia resmi menghentikan impor beras dan jagung sepanjang 2025 setelah produksi domestik meningkat signifikan dan cadangan pangan pemerintah mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Kebijakan ini ditopang stok beras di gudang Perum Bulog yang per awal Desember 2025 tercatat 3,8 juta ton dan sempat menembus 4,2 juta ton pada pertengahan tahun, seluruhnya berasal dari panen petani dalam negeri.
Penghentian impor tersebut berlaku nasional sepanjang 2025 dan menandai perubahan arah kebijakan pangan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Pada 2024, Indonesia masih mengimpor beras sekitar 4,5 juta ton untuk menutup defisit pasokan.
Kementerian Pertanian mencatat kekuatan cadangan beras pemerintah (CBP) tidak hanya menopang kebutuhan konsumsi nasional, tetapi juga mampu memasok hingga tiga kali lipat kebutuhan bantuan pangan bagi korban banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara pada pekan keempat November 2025.
Baca Juga: Kopdes Merah Putih Bantu Kedaulatan Pangan dan Energi
Dari sisi global, penghentian impor Indonesia turut memengaruhi harga beras internasional. Harga beras dunia tercatat turun dari 650 dolar AS per ton menjadi sekitar 340 dolar AS per ton seiring berkurangnya permintaan dari Indonesia. Sejumlah negara produsen bahkan melobi agar Indonesia kembali membuka keran impor.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan lonjakan stok beras tidak terlepas dari kebijakan penyerapan gabah yang lebih berpihak kepada petani. Pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari Rp6.000 menjadi Rp6.500 per kilogram dan memberlakukan harga tersebut untuk seluruh kualitas gabah sejak 15 Januari 2025.
Bulog dan penggiling swasta diwajibkan menyerap GKP sesuai HPP, dengan pendampingan Babinsa TNI di lapangan guna memastikan kebijakan berjalan disiplin dan adil. Langkah ini menjaga daya beli petani di tengah fluktuasi biaya produksi sekaligus mendorong peningkatan produksi berkelanjutan.
Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional Januari–Desember 2025 diproyeksikan mencapai 34,77 juta ton, naik 13,54 persen dibandingkan 2024 yang berada di kisaran 30 juta ton. Angka tersebut melampaui target produksi 2025 sebesar 32 juta ton.
Peningkatan produksi didorong penguatan sektor hulu hingga hilir, mulai dari perbaikan irigasi, mekanisasi pertanian, akses pupuk bersubsidi yang lebih tepat sasaran, hingga pemanfaatan teknologi pertanian modern, termasuk penggunaan drone untuk penanaman, pemupukan, dan pemantauan tanaman.
Baca Juga: Mentan Amran Ungkap Kunci Capai Swasembada Pangan di Tahun Pertama
Selain beras, swasembada jagung juga berjalan paralel. Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan realisasi tanam jagung program Polri telah mencapai 883 ribu hektare, dengan target total 1,3 juta hektare hingga akhir kuartal IV 2025. Produksi jagung hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 2,8 juta ton dan diarahkan menuju target nasional 4 juta ton.
Dampak kebijakan pangan tersebut tercermin pada indikator makro. Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto 2025 mencapai 14,35 persen, tertinggi dalam enam tahun terakhir, dengan Nilai Tukar Petani (NTP) berada di kisaran 124. Nilai ekspor pertanian tercatat Rp507,78 triliun dan sektor ini menyerap hampir 39 juta tenaga kerja.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan swasembada beras dan jagung akan diumumkan secara resmi pada akhir 2025, sekaligus menjadi fondasi perluasan swasembada komoditas lain, termasuk gula putih yang ditargetkan tercapai pada 2026.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: