Sekolah Harus Jadi Pusat Inovasi Hadapi Perubahan Iklim hingga Degradasi Lingkungan
Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, mendorong sekolah untuk menjadi pusat inovasi untuk menghadapi perubahan iklim, krisis pangan, dan degradasi lingkungan.
Dorongan tersebut disampaikan Wamen Atip pada kegiatan SEAMEO Biotrop Outlook 2025-2026 di Jakarta, beberapa waktu lalu yang mengangkat tema “Innovations and Partnership for Transformative Biodiversity Education and Sustainable Future”.
Baca Juga: Raih Penghargaan, BNI Tegaskan Komitmen Dukung UMKM Naik Kelas hingga Go Global
Kegiatan ini mencakup ajang peluncuran luaran 2025, Rencana Program 2026, penyerahan policy brief, serta pameran pendidikan biodiversitas yang menampilkan inovasi sekolah dan mitra Biotrop.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya menyampaikan ada dua program yang menjadi pilar kuat inovasi pembelajaran ekologis adalah Agro-Eco-Edo-Tourism (AED) dan School of Biodiversity.
Kedua program tersebut tidak hanya memperkenalkan pendekatan pembelajaran baru, tetapi juga mengubah cara siswa, guru, dan masyarakat memahami hubungan antara manusia dan lingkungan.
“Forum ini merupakan momentum penting untuk melihat kembali capaian, pembelajaran dan arah strategis yang akan membawa pendidikan biodiversitas dan keberlanjutan melangkah lebih jauh baik di Indonesia maupun di kawasan Asia Tenggara. Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, ketahanan pangan, dan degradasi lingkungan, sekolah perlu menjadi pusat inovasi yang mengajarkan peserta didik untuk memahami, merawat, dan memulihkan lingkungan," ujar Atip, dikutip dari siaran pers Kemendikdasmen, Selasa (16/12).
Wamendikdasmen berharap agar program dan kiprah dari Biotrop ini dapat mengembalikan kesejatian interaksi antara manusia dengan alam. "Program AED telah berkembang pesat dan menjadi model pembelajaran terpadu yang memadukan pertanian tropis, ekologi dan pengalaman edukatif di ruang terbuka,” jelas Atip.
Wamen Atip juga menyampaikan bahwa capaian penting Biotrop lainnya adalah penyusunan policy brief berjudul "Memutus Rantai Sisa Pangan Sejak Dini: Memberdayakan Sekolah sebagai Agen Perubahan". Menurutnya, pengaruh satuan pendidikan turut menentukan dalam mengurangi food waste yang menjadi bagian dari pendidikan karakter.
Pada kesempatan ini pula, Deputi Direktur Program SEAMEO Biotrop, Doni Yusri, menyampaikan arah program SEAMEO Biotrop tahun 2026. Seperti pengembangan Geopark Educational Model (GEM), integrasi Artificial Intelligence for Tropical Biology, penguatan Circular Economy, serta perluasan Pendidikan Konservasi Lahan Sub-Optimal. Ia menegaskan bahwa komitmen kolaborasi adalah fondasi utama yang menentukan keberhasilan program-program tersebut.
“Kami percaya bahwa keberhasilan program-program tersebut hanya dapat dicapai melalui kemitraan yang kuat—baik dengan pemerintah, lembaga riset, universitas, SEAMEO Centres, dunia usaha, maupun sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujarnya.
Deputi Direktur Bidang Program dan Pengembangan, SEAMEO Sekretariat, John Arnold Sasi Siena, menyampaikan SEAMEO Sekretariat merasa senang dan bangga karena SEAMEO Biotrop kini dapat mempresentasikan program serta rencana kegiatannya bersama lembaga induk dan para pemangku kepentingan.
“Hal ini menyoroti hubungan kuat yang memungkinkan kita untuk mengejar komitmen kita terhadap tujuan pendidikan dan lingkungan regional dan nasional yang kita miliki bersama. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kami yang mendalam kepada Kemendikdasmen serta para pemangku kepentingan dan mitra kami atas dukungan mereka yang berkelanjutan dan tak tergoyahkan kepada SEAMEO dan khususnya kepada semua pusat regional SEAMEO yang berbasis di Indonesia,” jelas Arnold.
SWARA Awards 2025 Berikan Apresiasi bagi Inovator Biodiversitas
Tahun ini, SWARA Awards (Sustainability in Waste Awareness and Responsible Action Awards) diberikan kepada para inovator pengelolaan sampah pangan, dengan kategori Best Practice diraih oleh Arief Sabdo Yuwono (IPB University), Best Proposal oleh Balqis Soeharso (Poltek KP Karawang), Juara Favorit oleh Eksa Rusdiyana (Karangturi Berseri), dan hadiah spesial oleh Sirhajwan Idek dari Malaysia.
Berikutnya, penghargaan Best Implementer 2025 diberikan kepada sekolah-sekolah yang dinilai berhasil menerapkan pembelajaran biodiversitas dan program keberlanjutan secara konsisten. Daftar penerimanya yakni SMA Negeri 2 Bogor, SMKPP Negeri Mataram, SMP Negeri 19 Ambon, SD Negeri 5 Rambang Niru, SMK Negeri 8 Jember, SLB Negeri Cileunyi, SMK Negeri Pertanian Terpadu Pekanbaru, SMK Pertanian Pembangunan Negeri Kupang, SMK Negeri 2 Metro, dan SDN Kendaljaya II.
Para pemenang juga membagikan pengalaman mereka dalam mengembangkan dan menerapkan inovasi keberlanjutan salah satunya Wakil Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Metro Lampung, Wiyuda Tara yang mengutarakan rasa haru dan bangga setelah menerima penghargaan. Ia menjelaskan bahwa pelatihan SEAMEO Biotrop memberikan dampak besar bagi sekolah dan masyarakat, karena mampu mengubah limbah yang sebelumnya menjadi masalah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ekonomi, mulai dari urban farming, pertanian berkelanjutan, hingga pembuatan pupuk organik cair. Ia juga menekankan bahwa implementasi program tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi turut menggerakkan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan limbah secara produktif.
“Kami sangat berbangga sekali dan luar biasa penghormatan yang luar biasa dari Kemendikdasmen yang telah memberikan kesempatan yang luar biasa ini kepada kami, salah satu dari penerima, Best Implementer. Mudah-mudahan kegiatan ini bisa berlanjut dan bisa memotivasi sekolah-sekolah yang ada di seluruh Indonesia tentunya bisa berdampak untuk kita semuanya, mudah-mudahan pemerintah selalu memperhatikan sekolah-sekolah di daerah tentunya terkait dengan pembangunan pertanian untuk para generasi milenial,” tutup Wiyuda.
Selain itu, Yusuf Kojiri, guru SDN Kendal Jaya II, menjelaskan bahwa sekolahnya mengembangkan inovasi pengelolaan sampah berbasis potensi desa pertanian. Siswa mengolah jerami menjadi kompos dan sekam menjadi pupuk, yang kemudian diadopsi oleh pemerintah desa dan dimanfaatkan para petani. Inovasi tersebut telah diuji dalam satu musim panen dan menghasilkan dampak signifikan untuk petani. Ia merasa sangat bangga menerima penghargaan tersebut, terutama karena mewakili Kabupaten Karawang. Ia berharap sekolahnya dapat menjadi pionir dalam menyadarkan masyarakat bahwa sampah bukan musuh, melainkan bisa menjadi berkah jika dimanfaatkan dengan baik.
“Kami merasa bangga. Karena bangga mewakili dari Kabupaten Karawang. Sekolah kami yang mudah-mudahan menjadi pionir untuk sekolah lainnya. Untuk mendapatkan inovasi seperti ini kita harus banyak bersinergi—melibatkan orang tua, perangkat desa, dan seluruh pihak terkait. Tanpa dukungan mereka, program kami tidak akan bisa mencapai keberhasilan seperti sekarang,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait: