Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Guru Besar IPB Nilai Program PSEL Danantara Sudah di Jalur Tepat

        Guru Besar IPB Nilai Program PSEL Danantara Sudah di Jalur Tepat Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Guru Besar IPB University, Arief Sabdo Yuwono, menilai program pengelolaan sampah menjadi energi listrik (Waste to Energy/WtE) yang digagas Danantara dinilai berada pada jalur yang tepat. Ia menyebut bahwa teknologi insinerator yang akan digunakan bukanlah hal baru dan telah lama diterapkan di berbagai negara maju.

        Menurut Arief, teknologi insinerator telah digunakan secara luas di Jepang, Jerman, dan sejumlah negara Eropa sebagai solusi pengelolaan sampah perkotaan yang efektif dan cepat.

        “Jepang memang aktif menjual teknologi itu. Jerman dan (negara) Eropa lainnya juga sudah menggunakan insinerator untuk memberikan solusi bagi pembangkit sampah dari perkotaan. (Insinerator) itu memang cara efektif untuk menyelesaikan sampah dalam waktu yang singkat,” ujar Arief dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (20/12/2025).

        Baca Juga: Investasi Meningkat, Proyek Waste to Energy Diprediksi Makin Dilirik Investor Global

        Meski demikian, Arief mengaku belum mengetahui secara detail sejauh mana perencanaan dan penggunaan teknologi yang akan diterapkan Danantara dalam program Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL). Ia menekankan bahwa inisiatif tersebut seharusnya mampu memberikan manfaat yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan.

        Urgensi pengelolaan sampah di Indonesia semakin terlihat dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup. Dari 343 kabupaten/kota di Indonesia pada 2024, timbulan sampah tercatat mencapai 38,2 juta ton, namun baru 34,74 persen yang terkelola.

        Data tersebut diperkuat laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJPN 2025–2045, yang memproyeksikan volume sampah nasional mencapai 63 juta ton pada 2025 dan meningkat menjadi 82,2 juta ton pada 2045.

        Arief menilai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah menjadi payung hukum yang memadai. Namun, efektivitasnya perlu diperkuat dengan penerapan treatment at the source atau pengelolaan sampah di sumber. Menurutnya, pendekatan ini berpotensi mengurangi aliran sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) hingga 40–60 persen.

        Baca Juga: Pertamina dan Waste4Change Berhasil Kelola 5,79 Ton Sampah Pasca Eco RunFest 2025

        Ia menjelaskan, selama ini pengelolaan sampah masih didominasi pola pengumpulan dan pengangkutan. Padahal, jika treatment at the source diterapkan secara konsisten, pengelolaan sampah dapat dilakukan mulai dari tingkat rukun tetangga hingga kelurahan, sekaligus mengurangi beban anggaran pemerintah daerah.

        “Jadi tidak perlu semua diangkut seperti sekarang kalau memang treatment at the source itu dilakukan. Ini kan luar biasa. Saya pernah menghitung potensi penurunan yang sedemikian besar, tapi saya bukan hanya menghitung, saya di kampung juga sudah melakukannya,” ujarnya.

        Arief mengungkapkan, dirinya telah lebih dari 15 tahun mengolah sampah di lingkungan tempat tinggalnya di Kota Bogor, Jawa Barat, untuk dijadikan kompos. Selain itu, ia juga memiliki pengalaman mengolah sampah menjadi energi dalam skala kecil, meski belum bersifat komersial. Atas upaya tersebut, Prof. Arief menerima penghargaan Best Practices Award dalam ajang inovasi tingkat ASEAN.

        “Untuk (pengolahan sampah menjadi) energi, saya sudah mengolah plastik menjadi premium minyak tanah dan solar. Kemudian saat ini membantu salah satu perusahaan semen multinasional memperbaiki energi dan menurunkan water content untuk masuk ke ruang pembakaran semen. Saat ini sedang dilakukan risetnya,” ujarnya.

        Baca Juga: PLN Siap Dukung Proyek PLTSa di Seluruh Indonesia untuk Perkuat Ekosistem Waste-to-Energy

        Terkait program PSEL di Indonesia, Prof. Arief menilai masih terdapat sejumlah tantangan, salah satunya memastikan ketersediaan volume sampah yang memadai. Ia menyebut fasilitas PSEL yang digagas Danantara membutuhkan pasokan hingga 1.000 ton sampah per hari.

        Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan sistem pengumpulan yang terintegrasi serta dukungan masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah sejak dari sumber.

        Selain aspek teknis, perubahan perilaku masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan sampah menjadi energi. “Tantangan lainnya terkait dengan persepsi masyarakat,” ucapnya.

        Sebagaimana diketahui, Danantara Indonesia telah menyampaikan rencana pelaksanaan program PSEL dengan melibatkan pihak ketiga. Danantara membuka tender bagi perusahaan domestik dan internasional untuk berpartisipasi dalam pembangunan proyek PSEL tahap pertama yang direncanakan berlokasi di tujuh wilayah aglomerasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: