Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Diminta Perjelas Standardisasi Ekspor Kerajinan Kayu

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Jakarta - Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) meminta pemerintah memperjelas tentang standarisasi ekspor dan impor kerajinan kayu Indonesia.

        "Adanya standarisasi ini adalah untuk menghindari atau mengurangi kegiatan ilegal loging," kata Executive Director Asmindo Lisman Sumardjani usai seminar SVLK di Jakarta, Senin (12/10/2015).

        Selama ini pengaturan standar sertifikasi permebelan hanya terjadi di perdagangan lokal, namun ketika di pasaran internasional tidak ada standar khusus, sehingga bisa saja banyak penyelundupan. Ia mengatakan salah satu caranya adalah dengan segera mensahkan aturan mengenai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), supaya ada syarat yang harus dipenuhi untuk mengekspor mebel.

        "Dari luar negeri, umumnya memang meminta SVLK, namun banyak juga negara yang tidak menganjurkan, sehingga pengusaha juga enggan mengurus sertifikasi tersebut, karena sudah bisa melakukan ekspor," katanya.

        Gagasan awalanya adalah semua kayu harus bersertifikasi atau ber-SVLK, tetapi buat pengusaha, untuk jual beli dalam negeri tidak terlalu mempermasalahkan, karena pasaran ekspor banyak yang tidak menganjurkan.

        Sementara itu Muhammad Kosan dari Forest Watch Indonesia menyatakan, SVLK merupakan sistem sebagai upaya untuk tata kelola hutan yang lestari. Dia menyatakan, sistem SVLK didengungkan sejak 2002 ketika praktek ilegal logging masih sangat marak, sehingga tidak benar jika sistem ini untuk kepentingan luar.

        "SVLK dikembangkan jauh sebelum implementasi FLEGT oleh negara-negara Eropa," kata Muhammad Kosan.

        FLEGT (Forest Law Enforcement and Goverment Trade) merupakan aturan penegakan hukum untuk pencegahan illegal logging dan illegal trading sebagai syarat mengekspor ke negara-negara tersebut.

        Pendapat seragam juga muncul dari Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Putera Parthama menyatakan, penerapan SVLK bukan untuk menghambat ekspor produk hasil kayu Indonesia.

        "SVLK bukan merupakan regulasi namun merupakan sistem untuk memastikan pelaku usaha menaati hukum yang ada," kata Putera Parthama.

        Terkait ekspor produk industri kehutanan yang menggunakan DE (dokumen ekspor), dia mengungkapkan, selama periode Januari-30 September 2015 mencapai 162,94 juta dolar AS dengan tujuan 10 negara yakni Amerika Serikat, Korea Selatan, Malaysia, Belanda, Jerman, Australia, Taiwan, Belgia, Tiongkok dan Inggris.

        Ekspor terbesar masih ke negara AS yakni 36,65 juta dolar AS (22,5 persen) disusul Korea senilai 13,78 juta dolar AS (8,46 persen) dan Malaysia 12,56 juta dolar AS (7,71 persen) serta Belanda 12,45 juta dolar AS (7,64 persen). Sedangkan ekspor menggunakan dokumen V-Legal selama Januari- September 2015 mencapai 1,42 miliar dolar AS meliputi 15 HS code. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: