Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        RUU Pertembakauan Harus Akomodir Semua Kepentingan Pelaku IHT

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Jakarta - Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan RUU Pertembakauan harus mengakomodir semua kepentingan pelaku industri hasil tembakau (IHT) dari sektor hulu hingga hilir.

        "Tembakau berbeda dengan komoditas-komoditas strategis pertanian lainnya, tembakau belum mendapatkan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk bisa meningkatkan produktivitas, seperti pendampingan dan penyuluhan teknis pertanian, pemberian bibit unggul dan pupuk, pembangunan infrastruktur, serta akses terhadap peralatan pertanian yang lebih modern," kata Soeseno dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Kamis (21/1/2016).

        Akibatnya, lanjut Soeseno, tingkat produktivitas dan kualitas tembakau yang dihasilkan belum dapat mencukupi permintaan industri. Selain itu, minimnya bantuan yang diterima oleh petani tembakau semakin meningkatkan ongkos produksinya sehingga tidak kompetitif.

        "Tata niaga pertanian yang kompleks juga menjadi salah satu hambatan utama perkembangan komoditas tembakau. Petani seringkali tidak mendapatkan akses langsung untuk menjual hasil panennya kepada pabrikan atau pemasok sehingga harus mengandalkan para pengepul, nilai keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani sebagian besar akan hilang akibat peran pihak ketiga," ujarnya.

        Soeseno berharap, melalui RUU Pertembakuan, Baleg bisa membuat aturan agar pemerintah dapat membantu menyederhanakan tata niaga pertanian tembakau sehingga kesejahteraan petani juga akan meningkat.

        "Melalui program kemitraan antara petani dan pabrikan, akan menjawab tantangan besar pada sektor hulu, tidak hanya produktivitas dan kualitas tembakau yang meningkat, tata niaga tembakau juga akan menaikkan insentif petani," paparnya.

        Berdasarkan catatan APTI, produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir masih di bawah 200.000 ton, sedangkan permintaan pasar telah mencapai lebih dari 300.000 ton.

        "Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi oleh impor," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: