WE Online, Jakarta - Goncangan pada sektor minyak dan gas (migas) serta pertumbuhan sektor telekomunikasi yang belum menggembirakan tidak mempengaruhi NetApp untuk mengacuhkan dua industri tersebut sebagai target pasar. Sektor migas sendiri belakangan ini merasakan dampak negatif menyusul penurunan harga minyak dunia.
"Kalau list customer kita entreprise-nya lebih banyak oil gas dan telko. Kalau UKM sudut pandang kita agak berbeda, UKM kita bantunya dengan service provider," jelas GTM And Channel Lead NetApp Indonesia Anthonius Hutabarat kepada Warta Ekonomi, di Kantor NetApp, Jakarta, Rabu (16/3/2016).
Sebagai gambaran, pada Oktober 2014 harga minyak dunia sempat mencicipi kejayaannya pada level USD110 per barel, namun setelah itu harga minyak terus mengalami kemerosotan hingga ke level USD95 per barel dan? bahkan berada di level USD30 per barel. Dampak penurunan harga minyak ini memaksa perusahaan migas melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.
Adapun industri telekomunikasi hingga kini belum menujukkan pertumbuhan mengembirakan, khususnya bila ditinjau dari pegerakan saham di lantai bursa. Saham Indosat (ISAT) misalnya, saham perusahaan telko tersebut saat ini Rabu (16/3/2016) dihargai 5.975 per lembar saham. Harga itu hanya mengalami sedikit lonjakan bila dibandingkan dengan harga saham ISAT pada tanggal 28/6/2011 di mana saham ISAT dihargai Rp 5.050.
Anthonius sendiri tak menampik lesunya dua sektor tersebut dibandingkan industri lain, seperti perbankan misalnnya. Namun Anthon memprediksi kedua sektor yang mereka masuki itu akan bertumbuh seiring berjalanya waktu. Sayangnya, pria yang akrab disapa Anton ini enggan membocorkan angka pasti dari penguasaan pasar NetApp di industri migas dan Telko.
Sekadar informasi, berdasarkan data yang dihimpuan Warta Ekonomi, pada tahun 2016 belanja IT diperkirakan akan meningkat sebesar 8,3% seiring komitmen pemerintah yang mendorong penerapan solusi ICT di berbagai sektor industri. Diperkirakan, belanja sektor TIK menyumbang 2,7% terhadap PDB tahun 2016 yang diperkirakan sebesar Rp 2.000 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Febri Kurnia
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: