WE Online, Medan - Kemudahan untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat yang dilakukan pemerintah "mengancam" usaha Bank Perkreditan Rakyat atau BPR di dalam negeri, kata Sekretaris Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia Sumatera Utara Bumaman Teodeki Tarigan.
"Adanya Kredit Usaha Rakyat dengan segala kemudahan dan kemurahannya membuat pengusaha kecil lebih memilih KUR dari kredit ke BPR," kata Sekretaris Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia (Perbarindo) Sumut Bumaman Teodeki Tarigan di Medan, Minggu.
Namun, kata dia, manajemen BPR di Sumut terus berusaha bertahan dengan melakukan inovasi-inovasi.
Mulai dari pemberian kredit dengan jumlah kecil yang biasanya tidak diminati perbankan.
Atau kemudahan lain yang tidak ada di KUR dan bank umum lainnya serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
BPR/BPRS, katanya, sangat penting menjaga kepercayaan masyarakat.
"Walau seperti air di dalam ember yang digoncang, tetapi harus tetap optimistis agar bisa bertahan. BPR harus bertahan karena sebenarnya pasar masih potensial," katanya.
Aplagi, kata dia, kepercayaan masyarakat terhadap BPR semakin tinggi yang diindikasikan dari meningkatnya dana pihak ketiga (DPK).
DPK BPR pada triwulan I sekitar Rp930 miliar atau naik 10 persen dari tahun lalu.
Data Perbarindo Sumut, menurut Tarigan, hingga triwulan I 2016 tidak ada "fraud" yang terjadi pada seluruh BPR di Sumut.
Jumlah BPR di Sumut ada 63 dimana 58 di antaranya sudah tergabung dalam Perbarindo.
"Pembinaan terus dilakukan kepada BPR/BPR anggota asosiasi," katanya.
Soal tren menguatnya kredit bermasalah / non performing loan BPR di Sumut atau sudah 8,7 persen pada posisi Februari 2016, menurut dia, diyakini bisa ditekan.
Penekanan angka NPL itu, menurut Bumaman Teodeki Tarigan, karena sebagian besar nasabah mulai membayar kreditnya.
"Bahkan ada yang melunasi dengan mengaku sumber dananya berasal dari KUR yang diperolehnya," katanya.
Di satu sisi, ujar dia, pelunasan itu menyenangkan, tetapi mengkhawatirkan karena nasabah tidak lagi menggunakan dana BPR dengan alasan sudah ada KUR.
"Fakta di lapangan bahwa dana KUR untuk melunasi kredit itu juga perlu diantisipasi bank penyalur agar KUR juga jangan menjadi kredit macet," katanya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Difi A Johansyah mengakui, angka NPL BPR di posisi Februari itu lebih tinggi dari Februari 2015.
"Ada kenaikan NPL secara year on year sebesar 14,29 persen dan itu memang harus diwaspadai," katanya.
Dia mengaku, seperti perbankan umum, BPR juga mengalami gangguan kinerja dari terjadinya krisis global.
Krisis global membuat kinerja pengusaha terganggu sehingga antara lain berdampak pada kurang lancarnya pembayaran kredit.
Untuk mencegah peningkatan kredit macet, perbankan Sumut diminta melakukan berbagai kebijakan.
Mulai diminta semakin berhati-hati dalam penyaluran kredit dan termasuk bijaksana dalam mengambil keputusan terhadap penunggak kredit. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: