Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta kebijakan diskresi dan tindakan administrasi pemerintahan tak bisa dipidanakan merupakan bukti bahwa presiden tidak paham hukum dan tata negara.
Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono mengatakan instruksi Presiden Jokowi tersebut sangat bertentangan dengan konstitusi negara di mana Indonesia secara jelas merupakan negara yang menjunjung tinggi dan memiliki landasan hukum.
"Sungguh jelas Joko Widodo tidak paham tentang tata negara dan UUD 1945 terkait penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia sebab jika memang kebijakan kepala daerah ada yang berdampak dan berpotensi merugikan negara maka sudah selayaknya diperkarakan oleh penegak hukum atas nama negara dan apalagi sampai uang negara mengalir ke pihak yang menikmati kebijakan kepala daerah tersebut," katanya di Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Arief menegaskan instruksi Presiden Jokowi yang meminta pihak kejaksaan dan kepolisian untuk tidak memperkarakan kebijakan kepala daerah sama saja dengan pembiaran untuk menyuburkan korupsi di tiap-tiap daerah.
"Terkait pernyataan Joko Widodo yang memerintahkan jaksa agung dan kapolri untuk tidak memperkarakan kebijakan kepala daerah sebuah pembodohan yang dilakukan oleh Jokowi terhadap masyarakat sebab siapa yang bisa tahu kalau kepala daerah secara sengaja atau tidak sengaja membuat kebijakan administrasi yang salah," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi memberikan pengarahan kepada kepala kepolisian daerah dan kepala kejaksaan tinggi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/7/2016). Dalam pengarahan tersebut presiden mengaku kerap menerima aduan dari kepala daerah terkait kinerja kepolisian daerah dan kejaksaan tinggi. Menurut Jokowi, banyak kepala daerah mengadu bahwa kepolisian dan kejaksaan tak bekerja sesuai instruksi yang sudah diberikan presiden.
Presiden sendiri pernah memberi instruksi bahwa kebijakan diskresi tak bisa dipidanakan; tindakan administrasi pemerintahan juga tak bisa dipidanakan; potensi kerugian negara yang dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan masih diberi peluang selama 60 hari untuk dibuktikan kebenarannya; potensi kerugian negara harus konkret.
Kemudian Jokowi memberi instruksi kasus yang berjalan di kepolisan dan kejaksaan tak boleh diekspos ke media secara berlebihan sebelum masuk ke tahap penuntutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement